MAKALAH
PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN BAHASA
UNTUK
MEMENUHI TUGAS PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Kelompok 3 :
1. Rozaq
Mustofa Lutfi (5201413042)
2. Lukmanul
Hakim (7101413127)
3. Ulya
Himawati (7101413334)
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2014
PENDAHULUAN
Kemampuan bahasa
merupakan salah satu indikator perkembangan kognitif anak. Deteksi dini masalah
perkembangan anak sangat menentukan keberhasilan dalam memaksimalkan
plastisitas otak pada kompensasi penyimpangan perkembangan.
Apa yang dimaksudkan oleh para
psikolog ketika mereka berbicara tentang perkembangan seseorang? Perkembangan
adalah pola perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional yang dimulai sejak
lahir dan terus berlanjut di sepanjang hayat. Kebanyakan perkembangan adalah
pertumbuhan, meskipun pada akhirnya ia mengalami penurunan (kematian).
Pendidikan harus sesuai dengan perkembangan ini. Artinya, pengajaran untuk
anak-anak harus dilakukan pada tingkat yang tidak terlalu sulit dan terlalu
menegangkan atau terlalu mudah dan menjemukan.
Pola perkembangan anak adalah pola
yang kompleks karena merupakan hasil dari beberaa proses: proses biologis,
kognitif, dan sosioemosional. Perkembangan juga dapat dideskripsikan
berdasarkan periodenya yang bertujuan untuk mengorganisasi dan pemahaman. Dalam
system klarifiaski yang paling banyak dipakai, periode perekembangan meliputi
periode bayi, usia balita, periode sekolah dasar, masa remaja, dewasa awal,
dewasa tengah, dewasa akhir.
PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN BAHASA
I.
PIAGNET TENTANG
PERKEMBANGAN KOGNITIF
a. Konsep
Kunci
Piagnet mengajukan
empat konsep yang menjelaskan tentang perkembangan kognitif yaitu skema,
asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrium.
1. Skema
Skema menggambarkan
tindakan mental dan fisik dalam mengetahui dan memahami objek. Skema merupakan
kategori pengetahuan yang membantu
seseorang dalam memahami dan menafsirkan dunianya. Menurut Piaget, skema
meliputi kategoti pengetahuan dan proses memperoleh pengetahuan. Dalam
kehidupan seseorang dia selalu mengalami dan mendapatkan informasi yang
diperolehnya melalui pengalaman dan digunakan untuk memodifikasi, menambahkan,
atau mengubah skema yang dimiliki sebelumnya. Misal anak memiliki skema
mengenai jenis binatang seperti kambing, bila sang anak memiliki pengalaman
bahwa kambing itu kecil maka dia akan menggeneralisasikan bahwa semua kambing
adalah binatang kecil. Namun jika sang anak melihat kambing besar maka dia akan
memasukkan infomasi baru dan memodifikasi skema yang lama bahwa kambing itu ada
yang besar dan ada yang kecil.
2. Asimilasi
Asimilasi
merupakan proses memasukkan informasi ke dalam skema yang telah dimiliki.
Proses ini bersifat subjektif karna cenderung memodifikasi pengalaman atau
informasi yang sesuai dengan keyakinan yang dimiliki sebelumnya. Dengan melihat
contoh diatas maka setelah anak tersebut melihat kambing kemudian ia akan
menamakannya kambing karna anak itu
telah mengasimilasikan binatang tersebut
kedalam skema kambing.
3. Akomodasi
Akomodasi
merupakan proses mengubah skema yang telah dimiliki dengan informasi baru. Ini
melibatkan kegiatan perubahan skema atau
gagasan yang dimiliki karna informasi atau pengalaman baru dan skema baru itu
akan terus dikembangkan selama dalam proses akomodasi.
4. Ekuilibrium
Piagnet
percaya bahwa setiap anak mencoba memperoleh keseimbangan antara asimilasi dan
akomodasi dengan cara menerapkan mekanisme ekuilibrium. Karna anak mengalami
kemajuan karna adanya perkembangan kognitif maka penting untuk mempertahankan
keseimbangan antara menerapkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya (asimilasi)
dan mengubah perilaku karna pengetahuan baru (akomodasi). Ekuilibrium
menjelaskan bagaimana anak mampu berpindah dari tahapan berpikir ke tahap
berpikir berikutnya.
b.
Tahap-tahap
perkembangan kognitif
Dalam
tahap perkembangan kognitif teori Pignet mencakup tahap sensorimotor,
preoperasonal, dan operasional.
1. Tahap
sensoriotorik. (0-2 tahun)
Pada
tahap ini bayi menyusun pemahaman dunia dengan mengordinasikan pengalaman
indera (sensori) mereka seperti melihat dan mendengar dengan gerakan motorik
(otot) mereka seperti menggapai dan menyentuh. Pada tahap ini bayi hanya akan
memperlihatkan pola reflektif untuk beradaptasi dengan dunia dan menjelang
akhir tahap ini bayi menunjukkan pola sensorimotorik yang lebih kompleks.
Selama dalam tahao ini pengetahuan bayi tentang dunia terbatas pada persepsi
yang diperoleh dari pengindranya dan kegiatan motoriknya saja karna perilaku
yang dimilikinya masih terbatas.
2. Praoperasional
(2-7 tahun)
Tahap
pemikir ini lebih bersifat simbolis, egoisentries dan intuitif sehingga tidak melibatkan
pemikiran operasional. Pemikiran pada tahap ini terbagi menjadi dua sub tahap
yaitu
a. Sub
tahap simbolis (2-4 tahun)
Anak secara mental sudah mampu mempresentasikan
obyek yang tidak nampak dan penggunaan
bahasa mulai berkembang yang ditunjukkan oleh sikap bermain, sehingga
muncul egoisme dan animisme. Egoisentris terjadi ketika anak tidak mampu
membedakan antara perspektif yang dimiliki dengan perspektif yang dimiliki oleh
orang lain. Animisme merupakan keyakinan bahwa objek yang tidak bernyawa adalah
mampu bertindak dan memiliki kualitas seperti kehidupan.
b. Sub
tahap intuitif (4-7 tahun)
Anak mulai
menggunakan penalaran primitif dan ingin tahu jawaban dari semua pertanyaannya
disebut intuitif karena anak merasa yakin akan pengetahuan dan pemahamannya,
namun tidak menyadari bahwa mereka bisa mengetahui cara-cara yang mereka ingin ketahui, mereka
mengetahui tapi tanpa menggunakan pemikiran rasional.
3. Tahap
Operasional kongkrit (7-11 tahun)
Pada tahap ini anak mampu mengoperasikan berbagai
logika namun masih dalam bentuk benda kongkrit. Penalaran logikan menggantikan
penalaran intuitif namun hanya pada situasi
konkrit dan kemampuan untuk menggolong-golongkan sudah ada namun belum
bisa memecahkan masalah abstrak.
4. Tahap
Operasional formal
Pada tahap ini anak
sudah mampu berfikir abstrak, idealis dan logis. Pemikiran pada tahap ini
tampak lebih jelas dalam pemecahan problem verbal seperti anak dapat memecahkan
problem walau disajikan secara verbal (A=B dan B=C). Anak juga mampu berpikir
spekulatif tentang kualitas ideal yang mereka inginkan dalam diri mereka dan
diri orang lain. Pemikiran ini bisa menjadi fantasi, sehingga anak sering
menunjukkan keinginanya untuk segera mewujudkan cita-citanya. Anak juga mampu
menyusun rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistimatis menguji
solusinya. Kemampuan berfikir seperti ini oleh Piagnet disebut hypothetical-deductive-reasoning yaitu
mengembangkan hipotesis untuk memecahkan problem dan menarik kesimpulan secara
sistematis.
c.
Implikasi pembelajaran
Pemahaman
dalam tahap kognitif anak dapat membantu guru untuk memudahkan dalam melakukan
pembelajaran di dalam kelas. Terdapat beberapa hal yang dapat dimanfaatkan
untuk dasar pertimbangan tatkala mengajar :
1. Tatkala
guru mengajar hendaknya menyadari bahwa banyak siswa remaja yang belum dapat
mencapai tahap berpikir operasional formal secara sempurna.
2. Kondisi
pembelajaran diciptakan dengan nuansa eksplorasi dan penemuan sehingga siswa
mempunyai kesempatan untuk mengembangkan minat belajarnya sesuai dengan
kemampuan intelektualnya.
3. Metode
pembelajaran yang digunakan lebih mengarah pada konstruktivisme yaitu siswa
lebih banyak dihadapka pada problem solving yang lebih menekankan pada
persoalan-persoalan aktual yang dekat
dengan kehidupan mereka dan menyusun hipotesis tentang mencari solusinya.
4. Setiap
akhir pembelajaran dalam satu pokok bahasan, siswa diminta untuk membuat peta
pikiran (mind maping).
II.
BRUNER TENTANG
PERKEMBANGAN KOGNITIF
Jerome bruner
dalam menyusun teori perkembangan kognitif memperhitungkan enam hal sebagai
berkut:
a.
Perkembangna
intelektual ditandai oleh meningkatnya variasi respon terhadap stimulus. Ketika
anak itu memperoleh system bahasa, mereka belajar memediasi hubungan antara
stimulus dengan respon. Dengan mediasi itu, anak belajar membedakan gratifikasi,
memodifikasi respon, dan memiliki respon yang sama walaupun stimulusnya
berbeda-beda.
b.
Pertumbuhan tergantung
pada pertumbuhan intelektual dan system pengolahan informasi yang dapat
menggambarkan realita. Anak- anak tidak pernah dapat memeprediksikan ataupun
mengekstrapolasi hasil yang akan dicapai apabila mereka tidak belajar system
symbol yang mencerminkan dunia. Oleh karena itu untuk memahami pengalaman yang
ada diluar dirinya, anak memerlukan representasi mental tentang dunia
disekitarnya.
c.
Perkembangan intelektual
memerlukan peningkatan kecakapan untuk mengatakan pada dirinya sendiri dan
orang lain, melalui kata-kata atau symbol, mengenai apa yang telah dikerjakan
dan apa yang akan dikerjakannya. Hal ini menjelaskan adanya kesadaran diri.
Tanpa perkembangan kemampuan untuk menggambarkan kegiatan masa lalu dan masa
depan, maka tidak akan terjadi perilaku analitik yang diarahkan pada dirinya
sendiri atau terhadap lingkungannya.
d.
Interaksi antara guru
dengan siswa adalah penting bagi per-kembangan kognitif. Orang tua, guru, dan
anggota masyarakat harus mendidik anak-anak. Kebudayaan yang ada dimasyarakat
tidak cukup mampu mengembangkan per-kembangan intelektual anak, sehingga guru
harus menafsirkan dan berbagi kebudayaan dengan anak agar mereka mengalami
perkembangan intelektual.
e.
Bahasa menjadi kunci
kognitif. Setiap individu belajar menggunakan bahasa untuk mediasi peristiwa
yang terjadi di dunia. Kemampuan berbahasa ini menjadi sarana untuk mengaitkan
berbagai peristiwa dalam bentuk sebab akibat.
f.
Pertumbuhan kognitif
ditandai oleh semakin meningkatnya kemampuan menyelesaikan berbagai alternative
secara simultan, melakukan berbagai kegiatan secara bersamaan, dan
meng-alokasikan perhatian secara runtut pada berbagai ituasi tertentu.
Tahap-Tahap Perkembangan
Berbeda
dengan piaget, bruner dalam memahami karakteristik perkembmbangan kognitif
tidak didasarkan pada usia tertentu. Kemudian berdasarkan pengamatannya
terhadap perilaku anak, bruner pada akhirnya memiliki keyakinan bahwa ada tiga
tahap perkembangan kognitif. Ketiga tahap perkembangan yang dimaksut yaitu
tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap simbolik.
a.
Tahap
enaktif. Pada tahap ini anak memahami
lingkungannya. Misalnya, tidak ada yang membantu orang dewaa ketika mengajar
anak berlatih naik sepeda. Belajar naik epeda berarti lebih mengutamakan
kecakapan motorik. Pada tahap ini anak memahami objek sepeda berdasarkan apa
yang dilakukanny, misalnya dengan memegang, menggerakkan, memukul, menyentuh,
dan sebagainya.
b.
Tahap ikonik. Pada
tahap ini informasi dibawa anak melalui imageri. Anak menjadi tahanan atas
dunia perseptualnya, anak dipengaruhi olehcahaya yang tajam, gangguan suara,
dan gerakan. Karakteristik tunggal pada objek yang diamatidijadikan sebagai
pegangan, dan pada akhirnya anak mengembangkan memori visual.
c.
Tahap simbolik. Pada
tahap ini tindakan tanpa pemikiran terlebih dahulu dan pemahaman
perseptualsudah berkembang. Bahasa, logika, dan matematika memegang peran
penting. Tahap simbolik ini memberikan peluang anak untuk menyusun gagasannya
secara padat, misalnya menggunakan gambar yang saling berhubungan ataupun
menggunakan bentuk-bentuk rumus tertentu.
Menurut
bruner, perkembangan kognitif seseorang berkembang dari tahap enaktif ke ikonik
dan pada akhirnya ke simbolik. Walaupun demikian, bukan berarti orang dewasa
tidak lagi mengkodekan pe-ngalamannyamelalui system enaktif dan ikonik, namun
karena adanya banyak pengalaman, orang dewasa lebih banyak menggunakan cara
berfikir simbolik dibandingkan dengan inaktif dan ikonik.
Implikasi Terhadap Pembelajaran
Teori
yang dikemukakan oleh bruner tersebut memiliki implikasi terhadap pembelajaran.
Perubahan berfikir anak karena faktor usia akan mempengaruhi faktor mngajar
mereka. Berikut disampaikan beberapa implikasi pembelajaran yang diperoleh dari
temuan tentang perkembangan kognitif.
a.
Anak memiliki cara
berpikir yang berbeda dengan orang dwasa. Guru perlu memperlihatkan fenomena
atau masalah kepada anak. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan wawancara
atau pengamatan terhadap objek.
b.
Anak, terutama pada
pendidikan anak usia dini dan anak SD kelas rendah, akan belajar dengan baik
apabila mereka memanipulasi objek yang dipelajari, misalnya dengan melihat,
merasajan, mencium dan sebagainya. Pendekatan pembelajaran diskoveri atau
pendekatan pembelajaran induktif lainnya akan lebih efektif dalam proses
pembelajaran anak.
c.
Pengalaman baru yang
berinteraksi dengan struktur kognitif dapat menarik mina dan mengembangkan
pemahaman anak. Oleh karena itu pngalaman baru yang dipelajari anak harus
sesuai engan pengetahuan yang telah dimiliki anak.
III.
VYGOTSKY TENTANG
PERKEMBANGAN KOGNITIF
1. Pandangan tentang Perkembangan
Kognitif
Ada tiga konsep
yang dikembangkan dalam teori Vygotsky (Tappan,1998): (1) keahlian kognitif
anak dapat dipahami apabila dianalisis dan diinterprestasikan secara
developmental; (2) kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa, dan bentuk
diskursus yang berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu dan
mentraformasi aktivitas mental; dan (3) kemampuan kognitif berasal dari relasi
social dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural.
Penggunaan
pendekatan developmental berarti memahami fungsi kognitif anak dengan memeriksa
asal usulnya dan transformasinya dari bentuk awal ke bentuk selanjutnya. Jadi,
tindakan mental tertentu seperti menggunakan ucapan batin (inner speech) tidak
dilihat dengan tepat secara tersendiri tetapi harus dievaluasi sebagai satu langkah
dalam proses perkembangan bertahap.
Pemahaman
terhadap fungsi-fungsi kognitif dengan cara me-meriksa alat yang memperantarai
dan membentuknya membuat vygotsky percaya bahwa bahasa adalah alat paling
penting (robbin,2001) vygotsy berpendapat bahwa pada masa kanak-kanak yang
membantu anak untuk merancaang aktivitas dan memecahkan problem.
Vigotsky percaya
bahwa kemampuan kognitif berasal dari hubungan social dan kebudayaan. Oleh
karena itu perkembangan anak tidak dapat dipisahkan dari kegiatan social kultural
(Holland,dkk.,2001).Dia percaya bahwa
perkembangan motori, perhatian dan nalar, melibatkan pembelajaran untuk
menggunakan alat yang ada dalam masyarakat, seperti bahasa, system matematika,
dan strategi memori. Pada satu kultur, konsep ketiga ini di maksudkan mungkin
berupa pembelajaran berhitung dengan menggunakan computer, namun pada kultur
yang berbeda, pembelajaran seperti ini mungkin berupa pembelajaran berhitung
menggunakan batu dan jari.
Teori Vigotsky
mengandung pandangan bahwa pengetahhuan itu di pengaruhi situasi dan berssifat
kolaboratif, artinya pengetahunan didistribusikan di antara orang dan
lingkungan ynag mencakup objek, artifak, buku dan komunitas tempat orang
berinteraksi dengan orang lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi kognitif
berasal dari situasi sosial. Vigotsky mengemukakan beberapa ide tentang zone of
proximal ddevelopmental. (ZPD)
ZPD adalah
serangkaiana tugas yang terlalu sulit dikuasai anak secara sendirian, tetapi
dapat di pelajari dengan bantuan orang deawasa atau anak yang lebih mampu.
Untuk memahami batasan ZPD anak, yaitu dengan cara memahami tingkat tanggung
jawab atau tugas tambahan yang dapat dikerjakan anak dengan bantuan instruktur
yng mampu. Di harapkan pasca bantuan ini anak tatklala melakukan tugas sudah mampu
melakukannya tanpa bantuan orang lain.
ZPD menurut
vygotsky menunjukan akan pentingnya pengaruh social, terutama pengaruh
pembelajaran terhadap perkembangan kognitif anak (hasse, 2001).
Scaffolding erat
kaitanya dengan ZPD, yaitu teknik untuk mengubah tingkat dukungan. Selama sesi
pengajaran, orang yang lebiih ahli (guru atau siswa yang lebih mampu)
menyesuaikan jumlah bimbingannya dengan level kinerja siswa yang telah di
capai. Dalam hal ini Vygotsky menganggap anak mempunyai konsep yang bnayak, namun
tidak sistematis , tidak teratur dan spontan. Tatkala anak yang mendapat
bimbingan dari para ahli, mereka membahas konsep yang lebih sistematis, logis dan rasional.
Bahasa dan
Pemikiran. Vygotsky berkeyakinan bahwa anak menggunakan bahasa untuk berkomunikasi
saja, melainkan juga merencanakan dan memonitor perilaku mereka dengan caranya
s atau berbicara sendiri (private speech). Menurut Piaget, itu bersifat
egosentries dan tidak dewasa, tetapi menurut Vigotsky adalah alat penting bagi pemikiran selama masa
kanak-kanak. Tatkala anak sering melakukan pembicaraan dalam hati ia justru
lebih kompeten secara social. Karena anak menhinternalisasikan pembicaraan
egosentriesnya dalam bentuk pembicaraan dalam hati kemudian pembicaraan dalam
hati menjadi pemikiran mereka. Oleh karena itu pembicaraan dalam hati dapat
merepresentasikan transisi awal untuk menjadi komunikatif secara social.
2. Implikasi dalam pembelajaran
Pembelajaran akan lebih efektif
tatkala seorang guru mengajar dengan menggunakan teori Vygotsky sebagai
landasn, bentuk pembelajaran yang dimaksud adalah:
a. Sebelum mengajar, guru hendaknya
memahami ZPD siswa batas bawah sehingga bermanfaat untuk menyusun struktur
materi pembelajaran. Implikasinya guru lebih akurat tatkala me-nyusun strategi
mengajar, sehingga tidak terlalu mem-berikan bimbingan pada siswa. Dampak
pengiringnya adalah siswa dapat belajar sampa tingkat keahlian yang di harapkan
dan mencapai ZPD pada batas atas.
b. Untuk mengembangkan pembelajaran
yang berkomunitas, seorang guru perlu memanfaatkan tutor sebaya di dalam kelas.
c. Dalam pembelajaran, seorang guru
hendaknya menggunakan teknik scaffolding dengan tujuan siswa dapat belajar atas
inisiatif sendiri, sehingga mereka dapat mencapai keahlian batas ZPD
IV.
PERKEMBANGAN BAHASA
1.
Pengertian
Perkembangan bahasa dalam
psikolinguistik diartikan sebagai proses untuk memperoleh bahasa, menyusun tata
bahasa dari ucapan-ucapan, memilih ukuran penilaian tatabahasa yang paling
tepat dan paling sederhana dari bahasa tersebut (Tarigan, 1986:243). Sesuai
dengan fungsinya, bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh seorang
dalam pergaulannya atau hubungannya dengan orang lain. Sejak seorang bayi mulai
berkomunikasi dengan orang lain, sejak itu pula bahasa diperlukan. Sejalan
dengan perkembangan hubungan sosial, maka perkembangan bahasa seorang
(bayi-anak) dimulai dengan meraba (suara atau bunyi tanpa arti) dan diikuti
dengan bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana dan
seterusnya melakukan sosialisasi dengan menggunakan bahasa yang kompleks sesuai
dengan tingkat perilaku sosial.
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh
lingkungan, karena bahasa pada dasarnya merupakan hasil belajar dari
lingkungan. Anak (bayi) belajar bahasa seperti halnya belajar hal yang lain, “meniru” dan “mengulang” hasil yang telah didapatkan merupakan cara belajar
bahasa awal. Bayi bersuara, “mmm mmm”,
ibunya tersenyum, mengulang menirukan dengan memperjelas dan memberi arti suara
itu menjadi “maem maem”. Bayi belajar menambah kata-kata dengan meniru bunyi
yang didengarnya. Manusia dewasa (terutama ibunya) disekeliliingnya membetulkan
dan memperjelas. Belajar bahasa yang sebenarnya baru dilakukan oleh anak
berusia 6-7 Thn, disaat anak mulai bersekolah. Jadi perkembangan bahasa adalah
meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik alat komunikasi
dengan cara lisan, tertulis, maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat, mampu
menguasai alat komunkasi disini diartikan sebagai upaya seseorang untuk dapat
memahami dan dipahami orang lain.
Proses perkembangan bahasa dapat dapat
dijelaskan melalui dua pendekatan, yaitu: (1). navistik atau organismic
innatences hypothesis, dan (2). Empiristik atau behaviorist hypothesis. Menurut
kaum empiris, yang dipelopori oleh kaum behavioris, kemampuan berbahasa merupakan
hasil belajar individu dalam berinteraksinya dengan lingkungan.
2.
Tahap-tahan perkembangan
Tahap Pralinguistik
atau Meraban (0,3 - 1 tahun)
Tahapan ini merupakan permulaan
perkembangan bahasa, yang dimulai pada usia sekitar tiga bulan. Anak mengeluarkan
bunyi ujaran bentuk ocehan (Monks, 1989:137).
Tahap Halofrastik atau
Kalimat Satu Kata (1 – 1,8 tahun)
Pada usia sekitar satu tahun anak mulai
mengucapkan kata-katanya pertama. Seperti kata “kursi”, artinya anak tersebut
ingin duduk di kursi atau minta diambilkan kursi.
Tahap Kalimat Dua Kata
(1,8 – 2 tahun)
Anak mulai lebih banyak kemunginan untuk
menyatakan maksud dan berkomunikasi dengan menggunakan kalimat dua kata,
misalnya anak mengucapkan “kucing papa”, atau bertanya “itu kucing milik papa?”
dan sebagainya.
Tahap Perkembangan Tata
Bahasa (2 – 5 tahun)
Anak mulai mengembangkan sejumlah sarana
tata bahasa, panjang kalimat bertambah, ucapan-ucapan yang dihasilkan semakin
kompleks, dan mulai menggunakan kata jamak dan tugas.
Tehap Perkembangan Tata
Bahasa menjelang Dewasa (5 – 10 Tahun)
Anak mulai mengembangkan struktur tata
bahasa yang lebih rumit, melibatkan gabungan kalimat sederhana dengan
komplementasi, relativasi, dan konjungsi.
Tahap Kompetensi
Lengkap (11 Tahun Sampai Dewasa)
Pada masa akhir kanak-kanak
pembendaharaan kata terus meningkat, gaya bahasa seseorang mengalami perubahan,
dan seseorang semakin lancar dan fasih dalam berkomunikasi dengan bahasa.
3. Kemampuan Berbahasa
dan Berpikir
Berpikir merupakan rangkaian proses
kognisi yang bersifat pribadi yang berlangsung selama terjadinya stimulus
sampai dengan munculnya respons (Morgan, 1989:228). Untuk berpikir digunakan
simbol-simbol yang memiliki makna tertentu bagi individu. Dalam kaitan ini
karakteristik pikiran manusia berkenaan dengan bahasa (Glover, 1987:140).
Orang beraktivitas berpikir menggunakan
simbol-simbol verbal (kata) dan hukum-hukum tata bahasa (grammer) untuk
menggabungkan kata-kata dalam suatu kalimat (Morgan, 1989:140). Misalnya,
ketika kita ditanya alamat rumah seseorang, maka kita pasti akan membayangkan
mengenai letak dan bentuk bangunan dari rumah yang ditanyakan, kemudian kita
akan menjelaskan “dengan bahasa” mengenai letak dan bentuk bangunan dari rumah
tersebut.
Dalam
aktivitas berpikir di dalamnya melibatkan bahasa. Berpikir merupakan percakapan
dalam hati inner speech (Morgan, 1989:231). Berpikir dan berbahasa merupakan
dua aktivitas yang saling melengkapi dan terjadi dalam waktu yang relatif
bersamaan.
4. Karakteristik
Perkembangan Bahasa
Permulaan perkembangan bahasa dimulai
pada tahap pralinguistik sampai dewasa.
Khusus
pada masa remaja, memiliki bahasa yang relatif berbeda dengan tahap-tahap
sebelumnya atau masa usia lanjut. Bahasa yang digunakan oleh remaja,
kadang-kadang menyimpang dari norma-norma umum, seperti munculnya
istilah-istilah khusus, bahasa gaul di kalangan remaja. Hal ini merupakan
karakteristik perkembangan bahasa remaja sejalan dengan perkembangan
kognisinya.
5. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
a.
Faktor Biologis
Setiap
individu dibekali kemampuan kodrati atau alami yang memungkinkannya dapat
menguasai bahasa. Potensi alami ini bekerja secara otomatis yang sering disebut
dengan piranti pemerolehan bahasa (Language Acquisition Devices)
b.
Faktor Lingkungan
Lingkungan
yang kaya dengan kemampuan bahasanya, akan memberikan kesempatan yang lebih
besar bagi berkembangnya bahasa individu yang tinggal di dalamnya.
6. Perbedaan Individual
dalam Perkembangan Bahasa
Adanya
perbedaan individual secara biologis, genetis, pertumbuhan, perkembangan, dan
lingkungannya, maka berbeda pula kemampuan dan perkembangan bahasa individu.
Perbedaan individu dalam perkembangan bahasa ini, merupakan fakta universal,
suatu kenyataan dalam psikologi perkembangan (Hurlock, 1986:7)
7. Implikasi dalam Pembelajaran
Upaya
yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa, diantaranya
adalah:
a.
Mengupayakan lingkungan
yang dapat memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi perkembangan bahasa secara
optimal.
b.
Pengenalan sejak dini
terhadap lingkungan yang memiliki variasi kemampuan bahasa pada anak sangat
diperlukan untuk memacu perkembangan bahasanya
c.
Mengembangkan strategi
untuk mempermudah penguasaan bahasa, antara lain: cara untuk memudahkan
mengingat, meniru, mengalami langsung, bermain.