LAPORAN
PENGUJIAN BAHAN
PENGUJIAN
BAHAN
Dosen Pengampu:
Shohihatur Rohman
Disusun
oleh:
Wahyu Santo Aji 5201413035
Mohammad Rikzam Kamal 5201413036
Aji Anjang Mas 5201413037
Hafidz Dienur Rahmawan
5201413038
Beni Fajar Ramadhan 5201413039
Miftah Yanottama 5201413040
Achmad Nurul Chusaeni 5201413041
Rozaq Mustofa Lutfi 5201413042
Alfian Wahyu P. 5201413043
Egi Fajar Setiawan 5201413044
Khoiril Yasin Thohari 5201413091
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK
MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS
TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
JUNI 2015
KATA
PENGATAR
Puji syukur
saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya
masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas ini. Tidak lupa juga Saya capkan terima kasih
kepada dosen pengujian bahan
yang telah membimbing kami agar dapat mengerti tentang bagaimana cara
menyusun laporan ini. Laporan ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu
tentang
pengujian bahan. Dengan penuh kesabaran tugas ini dapat
terselesaikan. Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para pelajar ataupun,
umum khususnya pada diri kami sendiri dan semua yang membaca laporan ini,
Dan mudah mudahan juga dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca .
Dalam penyelesaian tugas ini kami
banyak menerima bantuan dan dukungan dari banyak pihak, dan kesempatan ini kami
berterimakasih kepada :
1.
Kedua orang tua kami yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan baik Moril
maupun Materiil sehingga kami dapat menyelesaikan laporan akhir ini.
Akhir kata kami sebagai penulis
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Dari kami
mungkin masih ada kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran
yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan buku ini..
Semarang, 30 Juni 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB II
1.
Latar Belakang..................................................................................... 2
2.
Tujuan ................................................................................................ 3
3.
Sistematika Penulisan.......................................................................... 7
BAB II
1.
Landasan Teori................................................................................... 3
2.
Uji Impak .......................................................................................... 3
3.
Uji Kekerasan..................................................................................... 7
4.
Uji Tarik............................................................................................ 11
BAB III PENGUJIAN
1.
Membuat Spesimen.............................................................................
21
2.
Pengujian Impak.................................................................................. 23
3.
Pengujian Kekerasan............................................................................ 24
4.
Pengujian Tarik.................................................................................... 25
BAB IV HASIL PENGUJIAN
1.
Hasil Pengujian Impak......................................................................... 28
2.
Hasil Pengujian Kekerasan................................................................... 34
3.
Hasil Pengujian Tarik........................................................................... 36
BAB V HASIL PENGUJIAN
A.
Latar Belakang Keluarga..................................................................... 38
B.
SARAN............................................................................................... 38
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Sekarang
ini kebutuhan akan material terutama logam sangatlah penting. Besi dan baja
merupakan salah satu kebutuhan yang mendasar untuk suatu konstruksi. Dengan
berbagai macam kebutuhan sifat mekanik yang dibutuhkan oleh suatu material
ialah berbeda-beda. Sifat mekanik tersebut terutama meliputi kekerasan,
keuletan, kekuatan, ketangguhan, serta sifat mampu mesin yang baik. Dengan
sifat pada masing-masing material berbeda, maka banyak metode untuk menguji
sifat apa sajakah yang dimiliki oleh suatu material tersebut. Uji impak
merupakan salah satu metode yang digunakkan untuk mengetahui kekuatan,
kekerasan, serta keuletan material. Oleh karena itu uji impak banyak dipakai
dalam bidang menguji sifat mekanik yang dimiliki oleh suatu material tersebut.
Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang
cepat (rapid loading). Agar dapat memahami uji impak terlebih dahulu
mengamati fenomena yang terjadi terhadap suatu kapal yang berada
pada suhu rendah ditengah laut, sehingga menyebabkan materialnya menjadi getas
dan mudah patah. Disebabkan laut memiliki banyak beban (tekanan) dari
arah manapun. Kemudian kapal tersebut menabrak gunung es, sehingga tegangan
yang telah terkonsentrasi disebabkan pembebanan sebelum sehingga menyebabkan
kapal tersebut terbelah dua. Dalam Pengujian Mekanik, terdapat perbedaan dalam
pemberian jenis beban kepada material. Uji tarik, uji tekan, dan uji punter
adalah pengujian yang menggunakan beban statik. Sedangkan uji impak (fatigue)
menggunakan jenis beban dinamik. Pada uji impak, digunakan pembebanan yang
cepat (rapid loading). Perbedaan dari pembebanan jenis ini dapat dilihat
pada strain rate. Pada pembebanan cepat atau disebut dengan beban
impak, terjadi proses penyerapan energi yang besar dari energi kinetik suatu
beban yang menumbuk ke spesimen. Proses penyerapan energi ini, akan diubah
dalam berbagai respon material seperti deformasi plastis, efek histerisis,
gesekan, dan efek inersia.
3.Tujan Percobaan
1.
Tujuan instruksional umum
Mahasiswa mampu melakukan pengujian impack, kekerasan, dan tarik
material.
2.
Tujuan intruksional khusus
Mahasiswa mampu menganalisa
kekuatan dari setiap pengujian
4.Sistematika penulisan
pada laporan ini terdiri dari lima bab. Bab I
menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan percobaan, dan sistematika
penulisan. Bab II menjelaskan mengenai dasar teori yang berisi mengenai teori
singkat untuk mendukung sebuah percobaan yang telah dilakukan, Bab III
menjelaskan mengenai metode percobaan, yang berupa, alat & bahan, serta
prosedur percobaan. Bab IV menjelaskan mengenai data-data percobaan yang telah
dicatat saat melakukan praktikum, baik berupa tabel ataupun foto Bab
V berupa kesimpulan percobaan dan saran untuk praktikum selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.Landasan Teori
a.
Uji Impack
Beberapa perangkat pada otomotif dan transmisi serta
bagian-bagian pada kereta api dan lain, akan mengalami suatu beban kejutan atau
beban secara mendadak dalam pengoperasianya. Maka dari itu ketahanan suatu material
terhadap beban mendadak, serta faktor-faktor yang mempengaruhi sifat material
tersebut perlu diketahui dan diperhatikan.
Pengujian ini berguna untuk melihat efek-efek yang ditimbulkan
oleh adanya takikan, bentuk takikan, temperatur, dan faktor-faktor lainnya.
Impact test bisa diartikan sebagai suatu tes yang mengukur kemampuan suatu
bahan dalam menerima beban ztumbuk yang diukur dengan besarnya energi yang
diperlukan untuk mematahkan spesimen dengan ayunan sebagaimana ditunjukkan pada
gambar 1.1

Bandul
dengan ketinggian tertentu berayun dan memukul spesimen. Berkurangnya energi
potensial dari bandul sebelum dan sesudah memukul benda uji merupakan energi
yang diserap oleh spesimen.

Besarnya energi impact (joule) dapat dilihat
pada skala mesin penguji. Sedangkan besarya energi impact dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Eo = W.ho………....(1)
E1 = W.h1………...(2)
∆E = Eo - E1
= W (ho- h1)… .(3)
dari gambar 1.2 didapatkan
ho = ℓ - ℓcos α
= ℓ (1 - cos α)……(4)
h1 = ℓ - ℓcos β
= ℓ (1 - cos β)…...(
5)
dengan subtitusi persamaan 4 dan 5 pada 3 di dapatkan :
∆E = W ℓ( cos β - cos α )……… (6)
dimana:
Eo = Energi awal (J)
E1 = Energi akhir (J)
W = Berat bandul (N)
ho = Ketinggian bandul sebelum dilepas (m)
h1 = Ketinggian bandul setelah dilepas (m)
ℓ = panjang lengan bandul (m)
α = sudut awal (o)
β = sudut akhir (o)
Untuk mengetahui kekuatan impact /impact strength (Is)
maka energi impact tersebut harus dibagi dengan luas penampang efektif spesimen
(A) sehingga :
Is = ∆E/A
= W ℓ( cos β - cos α )……… (7)
Pada suatu konstruksi, keberadaan takik atau nocth memegang
peranan yang amat berpengaruh terhadap kekuatan impact. Adanya
takikan pada kerja yang salah seperti diskotinuitas pada pengelasan, atau
korosi lokal bisa bersifat sebagai pemusat tegangan (stress concentration). Adanya
pusat tegangan ini dapat menyebabkan material brittle (getas),
sehingga patah pada beban di bawah yield strength.
Ada tiga macam bentuk takikan pada pengujian impact yakni
takikan type A (V), type B (key hole) dan type C (U) sebagaimana
ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

Fracture atau kepatahan pada suatu material dapat digolongkan sebagaibrittle (getas) atau ductile (ulet). Suatu material yang mengalami kepatahan tanpa
mengalami deformasi plastis dikatakan patah secara brittle.
Sedangkan apabila kepatahan didahului dengan suatu deformasi plastis dikatakan
mengalami ductile Fracture. Material yang mengalami brittle Fracture hanya mampu menahan energi yang kecil saja
sebelum mengalami kepatahan. Perbedaan permukaan kedua jenis patahan sebagaimana
ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

Metode Pengujian Impact
Metode pengujian impact dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
a) Metode Charpy
Gambar 1.5. Metode Charpy
Pada metode sebagaimana ditunjukkan pada gambar1.5.a, spesimen diletakkan
mendatar dan kedua ujung spesimen ditumpu pada suatu landasan. Letak takikan (notch)
tepat ditengah dengan arah pemukulan dari belakang takikan. Biasanya metode ini
digunakan di Amerika dan banyak negara yang lain termasuk Indonesia.
b) Metode izod
Gambar 1.6. Metode Izod
Pada metode ini sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.5.b,
spesimen dijepit pada salah satu ujungnya dan diletakkan tegak. Arah pemukulan
dari depan takikan. Biasanya metode ini digunakan di Negara Inggris.
b.
Uji
Kekerasan
Kekerasan (Hardness) adalah
salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material.
Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam
penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force) dan deformasi
plastis.
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan
menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap
indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan
material uji tersebut.
Dibawah ini adalah rumus yang diberika pada uji
kekerasan,Rumusk mencari Rockwelldan Brinell ini
untuRumusnya adalah sebagai berikut :
HR = E
– e...................................................(1)
Dibawah ini adalah arti dari rumus diatas,bisa dilihat sebagai
berikut :
F0 = Beban Minor(Minor
Load) (kgf)
F1 = Beban Mayor(Major
Load) (kgf)
F =
Total beban (kgf)
E =
Jarak antara kondisi 1 & kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm
E =
Jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line
HR = Besarnya nilai
kekerasan dengan metode hardness
(anonim,2013)
Scale
|
Indentor
|
F0
(kgf) |
F1
(kgf) |
F
(kgf) |
E
|
Jenis
Material Uji
|
A
|
Diamond
cone
|
10
|
50
|
60
|
100
|
Exremely
hard materials, tugsen carbides, dll
|
B
|
1/16"
steel ball
|
10
|
90
|
100
|
130
|
Medium
hard materials, low dan medium carbon steels, kuningan, perunggu, dll
|
C
|
Diamond
cone
|
10
|
140
|
150
|
100
|
Hardened
steels, hardened and tempered alloys
|
D
|
Diamond
cone
|
10
|
90
|
100
|
100
|
Annealed
kuningan dan tembaga
|
E
|
1/8"
steel ball
|
10
|
90
|
100
|
130
|
Berrylium
copper,phosphor bronze, dll
|
F
|
1/16"
steel ball
|
10
|
50
|
60
|
130
|
Alumunium
sheet
|
G
|
1/16"
steel ball
|
10
|
140
|
150
|
130
|
Cast
iron, alumunium alloys
|
H
|
1/8"
steel ball
|
10
|
50
|
60
|
130
|
Plastik
dan soft metals seperti timah
|
K
|
1/8"
steel ball
|
10
|
140
|
150
|
130
|
Sama
dengan H scale
|
L
|
1/4"
steel ball
|
10
|
50
|
60
|
130
|
Sama
dengan H scale
|
M
|
1/4"
steel ball
|
10
|
90
|
100
|
130
|
Sama
dengan H scale
|
P
|
1/4"
steel ball
|
10
|
140
|
150
|
130
|
Sama
dengan H scale
|
R
|
1/2"
steel ball
|
10
|
50
|
60
|
130
|
Sama
dengan H scale
|
S
|
1/2"
steel ball
|
10
|
90
|
100
|
130
|
Sama
dengan H scale
|
V
|
1/2"
steel ball
|
10
|
140
|
150
|
130
|
Sama
dengan H scale
|
Tabel.1 Rockwell
Hardness Scales (anonim,2013)
Pengujian kekerasan
dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan kekerasan
suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor)
yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen).

Dibawah ini adalah keterangan dari rumus diatas,bisa
dilihat sebagai berikut :
D =
Diameter bola (mm)
d = impression diameter (mm)
F = Load (beban) (kgf)
HB = Brinell result (HB)
d = impression diameter (mm)
F = Load (beban) (kgf)
HB = Brinell result (HB)
Kekerasan
didefinisikan sebagai ketahanan suatu material terhadap indentasi / penetrasi.Beberapa definisi kekerasan antara lain :
1. Energi yang diserap pada beban Impact (Kekerasan Pantul)
2. Ketahanan terhadap goresan (Kekerasan Goresan)
3. Ketahanan terhadap abrasi (Kekerasan Abrasi)
4. Ketahan terhadap pemotongan / pengeboran (Mampu Mesin)
Indentor terbuat dari
baja yang diperkeras berbentuk bola dan selain itu ada juga yang berbentuk
kerucut intan lihat gambar. Indentor bola mempunyai ukuran diameter
masing-masing 1,588, 3,175, 6,350 dan 12,70 mm. Sedangkan beban yang tersedia
adalah 10, 60, 100 dan 150 kg.

Pengujian kekerasan Brinell
Pengujian kekerasan
Brinell menggunakan penumbuk (penetrator) yang terbuat dari bola baja
yang diperkeras (atau tungsten carbide). Selama pembebanan, beban
ditahan 10 sampai 30 detik. Pemilihan beban tergantung dari kekerasan material,
semakin keras material maka beban yang diterapkan juga semakin besar.

Pengujian kekerasan dengan
metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan
material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri
berbentuk piramid seperti ditunjukkan pada gambar 3. Beban yang dikenakan juga
jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu
antara 1 sampai 1000 gram.
Angka kekerasan Vickers (HV)
didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dengan luas
permukaan bekas luka tekan (injakan) dari indentor(diagonalnya) (A) yang
dikalikan dengan sin (136°/2). Rumus untuk menentukan besarnya nilai kekerasan
dengan metode vikers yaitu :
Pengujian Kekerasan RockwellMicro Hardness (knoop
hardness)
Mikrohardness test tahu sering disebut dengan knoop hardness testing merupakan pengujian yang cocok
untuk pengujian material yang nilai kekerasannya rendah. Knoop biasanya
digunakan untuk mengukur material yang getas seperti keramik.
c. Uji
Tarik
Uji tarik adalah suatu metode yang
digunakan untuk menguji kekuatan suatu bahan/material dengan cara memberikan
beban gaya yang sesumbu [Askeland, 1985]. Hasil yang didapatkan dari pengujian
tarik sangat penting untuk rekayasa teknik dan desain produk karena
mengahsilkan data kekuatan material. Pengujian uji tarik digunakan untuk
mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya statis yang diberikan secara
lambat.
Gambar
1. Mesin uji tarik dilengkapi spesimen ukuran standar.
Seperti
pada gambar 1 benda yang di uji tarik diberi pembebanan pada kedua arah
sumbunya. Pemberian beban pada kedua arah sumbunya diberi beban yang sama
besarnya.
Pengujian tarik adalah dasar dari
pengujian mekanik yang dipergunakan pada material. Dimana spesimen uji yang
telah distandarisasi, dilakukan pembebanan uniaxial sehingga
spesimen uji mengalami peregangan dan bertambah panjang hingga akhirnya patah.
Pengujian tarik relatif sederhana, murah dan sangat terstandarisasi dibanding
pengujian lain. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar penguijian menghasilkan
nilai yang valid adalah; bentuk dan dimensi spesimen uji, pemilihan grips dan
lain-lain.
Bentuk dan Dimensi Spesimen uji
Spesimen uji harus memenuhi standar dan
spesifikasi dari ASTM E8 atau D638. Bentuk dari spesimen penting karena kita
harus menghindari terjadinya patah atau retak pada daerah grip atau yang
lainnya. Jadi standarisasi dari bentuk spesimen uji dimaksudkan agar retak dan
patahan terjadi di daerah gage length.
b. Grip and
Face Selection
Face dan grip adalah faktor penting. Dengan pemilihan setting yang tidak tepat, spesimen uji akan
terjadi slip atau bahkan pecah dalam daerah grip (jaw break). Ini akan menghasilkan hasil yang tidak
valid. Face harus selalu tertutupi di seluruh permukaan
yang kontak dengan grip. Agar spesimen
uji tidak bergesekan langsung dengan face.
Beban yang diberikan pada bahan yang di
uji ditransmisikan pada pegangan bahan yang di uji. Dimensi dan ukuran pada
benda uji disesuaikan dengan estándar baku pengujian.
Gambar
2. Dimensi dan ukuran spesimen untuk uji tarik
Kurva
tegangan-regangan teknik dibuat dari hasil pengujian yang didapatkan.
Gambar
3. Contoh kurva uji tarik
Tegangan yang digunakan pada kurva
adalah tegangan membujur rata-rata dari pengujian tarik. Tegangan teknik
tersebut diperoleh dengan cara membagi beban yang diberikan dibagi dengan luas
awal penampang benda uji. Dituliskan seperti dalam persamaan 2.1 berikut:
s= P/A0
Keterangan ; s : besarnya tegangan
(kg/mm2)
P : beban yang diberikan (kg)
A0 : Luas penampang awal
benda uji (mm2)
Regangan yang digunakan untuk kurva
tegangan-regangan teknik adalah regangan linier rata-rata, yang diperoleh
dengan cara membagi perpanjangan yang dihasilkan setelah pengujian dilakukan
dengan panjang awal. Dituliskan seperti dalam persamaan 2.2 berikut.
Keterangan ; e : Besar regangan
L : Panjang benda uji
setelah pengujian (mm)
Lo : Panjang awal benda uji (mm)
Bentuk dan besaran pada kurva
tegangan-regangan suatu logam tergantung pada komposisi, perlakuan panas,
deformasi plastik, laju regangan, temperatur dan keadaan tegangan yang
menentukan selama pengujian. Parameter-parameter yang digunakan untuk
menggambarkan kurva tegangan-regangan logam adalah kekuatan tarik, kekuatan
luluh atau titik luluh, persen perpanjangan dan pengurangan luas. Dan parameter
pertama adalah parameter kekuatan, sedangkan dua yang terakhir menyatakan
keuletan bahan.
Bentuk kurva tegangan-regangan pada
daerah elastis tegangan berbanding lurus terhadap regangan. Deformasi tidak berubah
pada pembebanan, daerah remangan yang tidak menimbulkan deformasi apabila beban
dihilangkan disebut daerah elastis. Apabila beban melampaui nilai yang
berkaitan dengan kekuatan luluh, benda mengalami deformasi plastis bruto.
Deformasi pada daerah ini bersifat permanen, meskipun bebannya dihilangkan.
Tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan deformasi plastis akan bertambah
besar dengan bertambahnya regangan plastik.
Pada tegangan dan regangan yang
dihasilkan, dapat diketahui nilai modulus elastisitas. Persamaannya dituliskan
dalam persamaan
Keterangan ; E : Besar modulus elastisitas
(kg/mm2),
e : regangan
σ : Tegangan (kg/mm2)
Pada mulanya pengerasan regang lebih
besar dari yang dibutuhkan untuk mengimbangi penurunan luas penampang lintang benda
uji dan tegangan teknik (sebanding dengan beban F)
yang bertambah terus, dengan bertambahnya regangan. Akhirnya dicapai suatu
titik di mana pengurangan luas penampang lintang lebih besar dibandingkan
pertambahan deformasi beban yang diakibatkan oleh pengerasan regang. Keadaan
ini untuk pertama kalinya dicapai pada suatu titik dalam benda uji yang sedikit
lebih lemah dibandingkan dengan keadaan tanpa beban. Seluruh deformasi plastis
berikutnya terpusat pada daerah tersebut dan benda uji mulai mengalami penyempitan
secara lokal. Karena penurunan luas penampang lintang lebih cepat daripada
pertambahan deformasi akibat pengerasan regang, beban sebenarnya yang
diperlukan untuk mengubah bentuk benda uji akan berkurang dan demikian juga
tegangan teknik pada persamaan (1) akan berkurang hingga terjadi patah.
Dari kurva uji tarik yang diperoleh dari
hasil pengujian akan didapatkan beberapa sifat mekanik yang dimiliki oleh benda
uji, sifat-sifat tersebut antara lain [Dieter, 1993]:
Kekuatan
tarik
Kuat
luluh dari material
Keuletan
dari material
Modulus
elastic dari material
Kelentingan
dari suatu material
Ketangguhan.
ü Kekuatan
Tarik
Kekuatan yang biasanya ditentukan dari
suatu hasil pengujian tarik adalah kuat luluh (Yield Strength) dan
kuat tarik (Ultimate Tensile Strength). Kekuatan tarik atau
kekuatan tarik maksimum (Ultimate Tensile Strength /
UTS), adalah beban maksimum dibagi luas penampang lintang awal benda uji.
di mana, Su =
Kuat tarik
Pmaks =
Beban maksimum
A0
= Luas penampang awal
Untuk logam-logam yang liat kekuatan
tariknya harus dikaitkan dengan beban maksimum dimana logam dapat menahan
sesumbu untuk keadaan yang sangat terbatas.
Tegangan tarik adalah nilai yang paling
sering dituliskan sebagai hasil suatu uji tarik, tetapi pada kenyataannya nilai
tersebut kurang bersifat mendasar dalam kaitannya dengan kekuatan bahan. Untuk
logam-logam yang liat kekuatan tariknya harus dikaitkan dengan beban maksimum,
di mana logam dapat menahan beban sesumbu untuk keadaan yang sangat terbatas.
Akan ditunjukkan bahwa nilai tersebut kaitannya dengan kekuatan logam kecil
sekali kegunaannya untuk tegangan yang lebih kompleks, yakni yang biasanya
ditemui. Untuk berapa lama, telah menjadi kebiasaan mendasarkan kekuatan
struktur pada kekuatan tarik, dikurangi dengan faktor keamanan yang sesuai.
Kecenderungan yang banyak ditemui adalah
menggunakan pendekatan yang lebih rasional yakni mendasarkan rancangan statis
logam yang liat pada kekuatan luluhnya. Akan tetapi, karena jauh lebih praktis menggunakan
kekuatan tarik untuk menentukan kekuatan bahan, maka metode ini lebih banyak
dikenal, dan merupakan metode identifikasi bahan yang sangat berguna, mirip
dengan kegunaan komposisi kimia untuk mengenali logam atau bahan. Selanjutnya,
karena kekuatan tarik mudah ditentukan dan merupakan sifat yang mudah
dihasilkan kembali (reproducible). Kekuatan tersebut
berguna untuk keperluan spesifikasi dan kontrol kualitas bahan. Korelasi
empiris yang diperluas antara kekuatan tarik dan sifat-sifat bahan misalnya
kekerasan dan kekuatan lelah, sering dipergunakan. Untuk bahan-bahan yang
getas, kekuatan tarik merupakan kriteria yang tepat untuk keperluan
perancangan.
Tegangan di mana deformasi plastik atau
batas luluh mulai teramati tergantung pada kepekaan pengukuran regangan.
Sebagian besar bahan mengalami perubahan sifat dari elastik menjadi plastik
yang berlangsung sedikit demi sedikit, dan titik di mana deformasi plastik
mulai terjadi dan sukar ditentukan secara teliti. Telah digunakan berbagai
kriteria permulaan batas luluh yang tergantung pada ketelitian pengukuran
regangan dan data-data yang akan digunakan.
Batas elastik sejati berdasarkan pada
pengukuran regangan mikro pada skala regangan 2 X 10-6 inci/inci.
Batas elastik nilainya sangat rendah dan dikaitkan dengan gerakan beberapa
ratus dislokasi.
Batas proporsional adalah tegangan
tertinggi untuk daerah hubungan proporsional antara tegangan-regangan. Harga
ini diperoleh dengan cara mengamati penyimpangan dari bagian garis lurus kurva
tegangan-regangan.
Batas elastik adalah tegangan terbesar
yang masih dapat ditahan oleh bahan tanpa terjadi regangan sisa permanen yang
terukur pada saat beban telah ditiadakan. Dengan bertambahnya ketelitian
pengukuran regangan, nilai batas elastiknya menurun hingga suatu batas yang
sama dengan batas elastik sejati yang diperoleh dengan cara pengukuran regangan
mikro. Dengan ketelitian regangan yang sering digunakan pada kuliah rekayasa
(10-4 inci/inci), batas elastik lebih besar daripada batas
proporsional. Penentuan batas elastik memerlukan prosedur pengujian yang diberi
beban-tak diberi beban (loading-unloading)
yang membosankan.
ü Kekuatan
luluh (yield strength)
Salah satu kekuatan yang biasanya diketahui
dari suatu hasil pengujian tarik adalah kuat luluh (Yield
Strength). Kekuatan luluh ( yield strength)
merupakan titik yang menunjukan perubahan dari deformasi elastis ke deformasi
plastis [Dieter, 1993]. Besar tegangan luluh dituliskan seperti pada persamaan
2.4, sebagai berikut.
Keterangan ; Ys :
Besarnya tegangan luluh (kg/mm2)
Py : Besarnya beban di titik yield (kg)
Ao : Luas penampang awal benda uji (mm2)
Tegangan di mana deformasi plastis atau
batas luluh mulai teramati tergantung pada kepekaan pengukuran regangan.
Sebagian besar bahan mengalami perubahan sifat dari elastik menjadi plastis
yang berlangsung sedikit demi sedikit, dan titik di mana deformasi plastis
mulai terjadi dan sukar ditentukan secara teliti.
Kekuatan luluh adalah tegangan yang
dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah kecil deformasi plastis yang ditetapkan.
Definisi yang sering digunakan untuk sifat ini adalah kekuatan luluh ditentukan
oleh tegangan yang berkaitan dengan perpotongan antara kurva tegangan-regangan
dengan garis yang sejajar dengan elastis ofset kurva oleh regangan tertentu. Di
Amerika Serikat offset biasanya ditentukan
sebagai regangan 0,2 atau 0,1 persen (e = 0,002 atau
0,001)
Cara yang baik untuk mengamati kekuatan
luluh offset adalah setelah benda uji diberi pembebanan
hingga 0,2% kekuatan luluh offset dan
kemudian pada saat beban ditiadakan maka benda ujinya akan bertambah panjang
0,1 sampai dengan 0,2%, lebih panjang daripada saat dalam keadaan diam.
Tegangan offset di Britania Raya sering dinyatakan sebagai
tegangan uji (proff stress), di mana harga ofsetnya 0,1% atau 0,5%.
Kekuatan luluh yang diperoleh dengan metode ofset biasanya
dipergunakan untuk perancangan dan keperluan spesifikasi, karena metode
tersebut terhindar dari kesukaran dalam pengukuran batas elastik atau batas
proporsional.
ü Pengukuran
Keliatan (keuletan)
Keuleten adalah kemampuan suatu bahan
sewaktu menahan beban pada saat diberikan penetrasi dan akan kembali ke baentuk
semula.Secara umum pengukuran keuletan dilakukan untuk memenuhi kepentingan
tiga buah hal [Dieter, 1993]:
Untuk menunjukan elongasi di mana suatu
logam dapat berdeformasi tanpa terjadi patah dalam suatu proses suatu
pembentukan logam, misalnya pengerolan dan ekstrusi. Untuk memberi petunjuk
secara umum kepada perancang mengenai kemampuan logam untuk mengalir secara
pelastis sebelum patah. Sebagai petunjuk adanya perubahan permukaan kemurnian
atau kondisi pengolahan
ü Modulus
Elastisitas
Modulus Elastisitas adalah ukuran
kekuatan suatu bahan akan keelastisitasannya. Makin besar modulus, makin kecil
regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian tegangan.Modulus elastisitas
ditentukan oleh gaya ikat antar atom, karena gaya-gaya ini tidak dapat dirubah
tanpa terjadi perubahan mendasar pada sifat bahannya. Maka modulus elastisitas
salah satu sifat-sifat mekanik yang tidak dapat diubah. Sifat ini hanya sedikit
berubah oleh adanya penambahan paduan, perlakuan panas, atau pengerjaan dingin.
Secara matematis persamaan modulus elastic dapat ditulis sebagai berikut.
Dimana, s = tegangan
ε = regangan
Tabel
1 Harga modulus elastisitas pada berbagai suhu [Askeland, 1985]
BAB
III
PENGUJIAN
A. PENGUJIAN
1.
Membuat
Spesimen
a.
Alat
dan Bahan
1)
Alat
a)
Kertas
Minyak
b)
Keramik,
c)
Penggaris
2)
Bahan
a)
Serbuk
kayu
b)
Kertas
c)
Serat
Fiber
d)
Resin 3
liter
e)
Kobalt
(perekat)
f)
Katalis
(pengeras)
b.
Proses
Pembuatan
1)
Pembuatan
bahan agar siap dibuat specimen
a)
Serbuk
Kayu : Serbuk kayu yang sudah diambil dikeringkan terlebih dahulu hingga kadar
air hilang. Hal tersebut bertujuan untuk mempermudah proses pengerasan.
b)
Kertas
: kertas disobek-sobek dan direndam air semalaman, kemudian dikeringkan di atas
papan yang datar.Diatur juga ketebalannya yaitu 2 mm. Kemudian dipotong dengan
ukuran 25 x 25 cm
c)
Fiber :
Untuk bahan fiber merupakan bahan jadi yang sudah siap untuk dibuat specimen
yaitu dicampur langsung dengan resin.
2)
Setelah
bahan sudah siap semua, buatlah cetakan untuk specimen menggunakan kertas
minyak yang sudah diukur dengan panjang 25 x 25 cm ditaruh diatas keramik. Tiap
sisinya juga diberi keramik.
3)
Campurkan
antara resin, kobalt, dan katalis dengan takaran resin 1/3 liter, kobalt 4
tetes, dan katalis 2 tetes, kemudian diaduk.
4)
Tuangkan
campuran resin tersebutke dalam cetakan yang telah dibuat. Kemudian taburkan
serbuk kayu di atasnya hingga merata dan semua bagian tertutup serbuk kayu.
Tunggu beberapa saat, lalu setelah sedikt mengeras campurkan lagi cairan resin
dengan ketentuan takaran seperti pada poin 3. Tunggu selama 4 hari sampai
specimen benar-benar mengeras.
5)
Buat
campuran antara resin, kobalt dan katalis. Seperti pada poin 3 untuk membuat
specimen dari bahan kertas.
6)
Tuangkan
campuran resin tersebut pada cetakan seperti pada poin 2, kemudian diatasnya
taruh lapisan kertas yang telah dikeringkan. Dan kemudian diatasnya dituangkan
lagi campuran resin. Tunggu sekitar 1 hari sampai spesimen mengeras sempurna.
7)
Buat
campuran antara resin, kobalt dan katalis. Seperti pada poin 3 untuk membuat
specimen dari bahan fiber.
8)
Tuangkan
campuran resin tersebut pada cetakan seperti pada poin 2, kemudian diatasnya
dilapisi dengan fiber. Dan kemudian diatasnya dituangkan lagi campuran resin.
Tunggu sekitar 1 hari sampai spesimen mengeras sempurna.
2.
Pengujian
Impack

Gambar mesin uji impack
a.
Alat
dan Bahan
1)
Alat
penguji impack
2)
Jangka
Sorong
3)
Spesimen
yang telah dibuat
b.
Langkah
Kerja
1)
Siapkan
alat dan bahan,
2)
Ukur
Spesimen yang telah dibuat menggunakan jangka sorong. Ukur pada bagian Lebar
dan ketebalan,
3)
Hitung
rata-rata dari lebar dan ketebalan specimen,
4)
Setting
mesin uji impak dengan memasukan data lebar dan tebal spesimen,
5)
Pasang
specimen pada penahan mesin uji impak, luruskan takikan pada mata pemukul,
6)
Angkat
pendulung,
7)
Lakukan
pengujian dengan melepaskan pendulung,
8)
Lakukan
lankah yang sama pada specimen yang lainnya,
9)
Setelah
sudah teruji semua, print hasil pengujian,
10) Setelah selesai bersihkan alat dan tempat
praktik.
3.
Pengujian
Kekerasan

Gb. Alat uji Kekerasan
a.
Alat
dan Bahan
1)
mesin uji
kekerasan Brinell (Brinell Hardness Test)
2)
indentor
bola (bola baja atau bola carbide)
3)
benda uji
ukuran 10cmx10cm yang sudah di gerinda
4)
amplas
halus
5)
Spidol
6)
Pulpen
7)
Kertas
b.
Langkah
Kerja
1)
Siapkan
Alat dan Bahan terlebih dahulu
2)
Pasang
Indentor bola baja
3)
Taruh
spesimen pada tempatnya
4)
Tekan
tuas Minor Load
5)
Kencangkan
spesimen hingga jarum bergerak mendekati titik H/B
6)
Settingkan
pada titik 0 kemudian lepas tuas Mayor Load
7)
Sehingga
terjadi penekanan, amati sampai jarum berhenti dan catat skala indikatornya
4.
Pengujian
Tarik

Gb. Alat Uji tarik

Gb. Alat Uji tarik

Gb. Alat Uji tarik
v Alat dan Bahan
ü mesin uji Tarik
ü benda uji
ü amplas halus
ü Spidol
ü Gerinda
ü Kikir
ü Pulpen
ü Kertas
Langkah-langkah uji
tarik
·
Siapkan alat dan bahan untuk uji tarik
·
Ukur benda kerja terlebih dahulu sebelum
diuji
·
Cek mesin uji tarik
·
Nyalakan mesin uji tarik
·
Kalibrasi mesin uji tarik
·
Pasang benda uji pada cekam mesin
·
Kencangkan dengan menekantuas pada cekam
·
Putar tombol penentu kekuatan tarik
untuk memulai penarikan sampai terbentuk takikan atau sampai benda kerja patah
·
Tulis hasil dari penarikan benda uji
yaitu F yield dan F max
·
Lepas benda uji pada cekam
·
Lakukan seperti langkah diatas untuk
menguji benda selanjutnya
BAB IV
HASIL PENGUJIAN
c.
Hasil
Pengujian Impack
1)
Spesimen
1.
Tebal 1
=21,40
Tebal 2
= 22,10
Tebal 3
= 20,60
Tebal
rata-rata =21,37
Lebar 1
= 16,5
Lebar 2
= 16,2
Lebar 3
=15,1
Lebar
rata-rata =15,93

Gb.
Hasil pengujian impak 1
2)
Spesimen
2.
Tebal 1 =21,4
Tebal 2 = 21,0
Tebal 3 = 21,4
Tebal rata-rata =21,27
Lebar 1 = 16,2
Lebar 2 = 16,2
Lebar 3 = 16,8
Lebar rata-rata =16,4

Gb.
Hasil pengujian impak 2
3)
Spesimen
3.
Tebal 1 = 21,7
Tebal 2 = 20,9
Tebal 3 = 21,7
Tebal rata-rata =21,43
Lebar 1 = 14,7
Lebar 2 = 15,6
Lebar 3 = 16,4
Lebar rata-rata = 15,56

Gb.
Hasil uji impak 3.
4)
Spesimen
4.
Tebal 1 = 20,6
Tebal 2 = 19,5
Tebal 3 = 19,1
Tebal rata-rata = 19,73
Lebar 1 = 12,9
Lebar 2 = 12,4
Lebar 3 = 11,9
Lebar rata-rata = 12,4

Gb.
Hasil uji impak 4.
5)
Spesimen
5.
Tebal 1 = 20,5
Tebal 2 = 20,8
Tebal 3 = 21,7
Tebal rata-rata = 21,0
Lebar 1 = 16,5
Lebar 2 = 14,8
Lebar 3 = 13,8
Lebar rata-rata = 15,03

Gb.
Hasil Uji impak 5
6)
Spesimen
6.
Tebal 1 = 18,0
Tebal 2 = 18,4
Tebal 3 = 19,0
Tebal rata-rata = 18,46
Lebar 1 = 12,6
Lebar 2 = 12,3
Lebar 3 = 12,8
Lebar rata-rata = 12,56
7)
Spesimen
7.
Tebal 1 = 19,00
Tebal 2 = 19,50
Tebal 3 = 17,72
Tebal rata-rata = 18,74
Lebar 1 = 19,60
Lebar 2 = 19,53
Lebar 3 = 18,38
Lebar rata-rata = 19,17
8)
Spesimen
8.
Tebal 1 = 16,28
Tebal 2 = 17,00
Tebal 3 = 17,34
Tebal rata-rata = 16,87
Lebar 1 = 23,4
Lebar 2 = 21,90
Lebar 3 = 20,16
Lebar rata-rata = 21,87

Gb Hasil uji impak 8
9)
Spesimen
9.
Tebal 1 = 15,3
Tebal 2 = 16,8
Tebal 3 = 13,8
Tebal rata-rata = 15,4
Lebar 1 = 19,72
Lebar 2 = 21,12
Lebar 3 = 19,30
Lebar rata-rata = 20,04 `

Gb. Hasil Uji impak 9
Spesimen 1.
Tebal 1 =21,40
Tebal 2 = 22,10
Tebal 3 = 20,60
Tebal rata-rata =21,37
Lebar 1 = 16,5
Lebar 2 = 16,2
Lebar 3 =15,1
Lebar rata-rata =15,93
|
Spesimen 2.
Tebal 1 =21,4
Tebal 2 = 21,0
Tebal 3 = 21,4
Tebal rata-rata =21,27
Lebar 1 = 16,2
Lebar 2 = 16,2
Lebar 3 = 16,8
Lebar rata-rata =16,4
|
Spesimen 3.
Tebal 1 = 21,7
Tebal 2 = 20,9
Tebal 3 = 21,7
Tebal rata-rata =21,43
Lebar 1 = 14,7
Lebar 2 = 15,6
Lebar 3 = 16,4
Lebar rata-rata = 15,56
|
Spesimen 1.
Sudut buang = 61
Energi buang = 942.09
|
Spesimen 2.
Sudut buang = 119.75
Energi
buang = 224.56
|
Spesimen 3.
Sudut buang = 111.60
Energi buang = 330.33
|
Spesimen 4.
Tebal 1 = 20,6
Tebal 2 = 19,5
Tebal 3 = 19,1
Tebal rata-rata = 19,73
Lebar 1 = 12,9
Lebar 2 = 12,4
Lebar 3 = 11,9
Lebar rata-rata = 12,4
|
Spesimen 5
Tebal 1 = 20,5
Tebal 2 = 20,8
Tebal 3 = 21,7
Tebal rata-rata = 21,0
Lebar 1 = 16,5
Lebar 2 = 14,8
Lebar 3 = 13,8
Lebar rata-rata = 15,03
|
Spesimen 6.
Tebal 1 = 18,0
Tebal 2 = 18,4
Tebal 3 = 19,0
Tebal rata-rata = 18,46
Lebar 1 = 12,6
Lebar 2 = 12,3
Lebar 3 = 12,8
Lebar rata-rata = 12,56
|
Spesimen 1.
Sudut buang = 122.75
Energi buang = 204.76
|
Spesimen 2.
Sudut buang = 126.90
Energi
buang = 177.39
|
Spesimen 3.
Sudut buang = 110.30
Energi buang = 373.78
|
Spesimen 7.
Tebal 1 = 19,00
Tebal 2 = 19,50
Tebal 3 = 17,72
Tebal rata-rata = 18,74
Lebar 1 = 19,60
Lebar 2 = 19,53
Lebar 3 = 18,38
Lebar rata-rata = 19,17
|
Spesimen 8.
Tebal 1 = 16,28
Tebal 2 = 17,00
Tebal 3 = 17,34
Tebal rata-rata = 16,87
Lebar 1 = 23,4
Lebar 2 = 21,90
Lebar 3 = 20,16
Lebar rata-rata = 21,87
|
Spesimen 9.
Tebal 1 = 15,3
Tebal 2 = 16,8
Tebal 3 = 13,8
Tebal rata-rata = 15,4
Lebar 1 = 19,72
Lebar 2 = 21,12
Lebar 3 = 19,30
Lebar rata-rata = 20,04
|
Spesimen 7.
Sudut buang = 111.65
Energi buang = 309.31
|
Spesimen 8.
Sudut buang = 117.45
Energi
buang = 252.46
|
Spesimen 9.
Sudut buang = 112.35
Energi buang = 301.44
|
Hasil
Uji Kekerasan

Gb.
Pengujian Komposit kertas

Gb.
Pengujian Komposit Serat kaca
Komposit serat kaca
40,5 HRC
|
43,5 HRC
|
45,5 HRC
|
43,5 HRC
|
45,5 HRC
|
54 HRC
|
52 HRC
|
64,5 HRC
|
58,5 HRC
|
Komposit Kertas
50,5 HRC
|
39 HRC
|
32 HRC
|
37 HRC
|
43,5 HRC
|
24 HRC
|
50 HRC
|
26 HRC
|
69 HRC
|
Komposit Serbuk Kayu
52
HRC
|
70
HRC
|
73
HRC
|
93
HRC
|
90
HRC
|
88
HRC
|
85
HRC
|
92
HRC
|
46
HRC
|
HASIL PENGUJIAN
UJI TARIK


Gb. Hasil Pengujian tarik
BAB
V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada
setiap pengujian mempunyai hasil yang berbeda-beda. Untuk hasil pengujian
impack komposit dengan campuran kayu mempunyai kekuatan yang tertinggi diantara
ketiganya, kemudian komposit dengan campuran serat kaca di urutan kedua dan
yang paling rendah kekuatanya adalah komposit dengan campuran kertas.
Untuk
hasil pengujian tekan komposit dengan campuran kayu mempunyai kekuatan yang
tertinggi diantara ketiganya, kemudian di lanjut komposit dengan campuran serat kaca di urutan kedua
dan yang paling rendah adalah komposit dengan campuran kertas
Untuk
hasil pengujian tarik komposit dengan campuran serat kaca mempunyai kekuatan
uji tarik yang paling tinggi, kemudian di lanjut dengan komposit dengan
campuran kertas dan terakhir adalah komposit dengan campuran serbuk kayu yang
paling rendah nilai uji tariknya.
B. SARAN
Untuk jurusan melengkapi
alat-alat pengujian agar kita bisa
belajar lebih nyaman. Untuk dosen alangkah baiknya jika mendampingi saat
melakukan pengujian agar mahasiswa tidak melakukan kesalahan saat menguji.
Untuk mahasiswa lebih giat dalam mencari informasi pengujian bahan, menambah
referensi.
0 comments :
Post a Comment