TUGAS
MATA KULIAH
Pengujian
Bahan
Dosen Pengampu:
SHOHIHATUR ROHMAN
Disusun
oleh:
Nama : Rozaq Mustofa Lutfi
NIM : 5201413042
Rombel : 1
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK
MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS
TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
APRIL 2015
KATA
PENGATAR
Puji syukur
saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya
saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas ini. Tidak lupa juga Saya capkan terima kasih
kepada dosen Pengujian Bahan Karsono
yang telah membimbing Saya agar dapat mengerti tentang bagaimana cara
menyusun laporan ini. Laporan ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu
tentang
Pengujian Bahan. Dengan penuh kesabaran tugas ini dapat
terselesaikan. Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para pelajar ataupun,
umum khususnya pada diri saya sendiri dan semua yang membaca laporan ini,
Dan mudah mudahan juga dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca .
Dalam penyelesaian tugas ini kami
banyak menerima bantuan dan dukungan dari banyak pihak, dan kesempatan ini kami
berterimakasih kepada :
1.
Kedua orang tua kami yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan baik Moril
maupun Materiil sehingga kami dapat menyelesaikan laporan akhir ini.
Akhir kata kami sebagai penulis
berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Dari kami
mungkin masih ada kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran
yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan buku ini..
Semarang, 20 April 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB 1
1.1.
Latar Belakang Keluarga.....................................................................
1
1.2.
Tujuan dan Manfaat............................................................................... 2
BAB 2
2.1.
Dasar Teori
a. Definisi
Metalografi .................................................................. 3
b. Jenis-jenis
Mikroskop................................................................. 4
c. Mekanisme
Difusi...................................................................... 9
d. Langkah-langkah
pemeriksaan metalografi.............................. 10
e. Diagram
Fe-Fe3C..................................................................... 15
f. Diagram
TTT............................................................................ 19
g. Analisa
Kegagalan Pada Metalografi....................................... 21
h. Korosi....................................................................................... 22
i.
Tegangan Sisa.......................................................................... 23
j.
Metalografi Kuantitatif............................................................ 24
k. Pemeriksaan
Makroskopik dan Mikroskopik........................... 27
l.
Gambar ASTM Grain Size Number......................................... 33
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 34
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Metalografi merupakan
suatu disiplin ilmu yang mempelajari metoda observasi atau pemeriksaan atau
pengamatan atau pengujian dengan tujuan untuk menentukan atau mempelajari
hubungan antara struktur dengan sifat atau karakter dan perlakuan yang pernah
dialami oleh logam, paduan dan bahan bahan lainnya.Namun demikian, terkadang
bahan yang diamati adalah bukan logam, namun meliputi bahan-bahan lain
seperti keramik, plastik, kayu, kertas dan lainnya, oleh karenanya
disebut materialografi.
Pengamatan atau
Pemeriksaan struktur bahan logam dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
skala atau tingkat pembesaran, mulai dari secara visual atau pembesaran yang
rendah sekitar 20 kali, sampai pengamatan atau pemeriksaan pada
pembesaran yang lebih besar, lebih besar daripada 1.000.000 kali dengan
mikroskop elektron.
Metalografi juga dapat
mencakup pemeriksaan atau observasi struktur kristal dengan menggunakan teknik
seperti\ x-ray difraksi. Namun demikian, alat yang paling umum digunakan dalam
pengamatan metalografi adalah mikroskop cahaya atau mikroskop optik dengan
pembesaran mulai dari 50 hingga 1000 × dan kemampuan untuk memisahkan
atau resolusi struktur mikro sekitar 0,2 mikron atau lebih besar.
Pengetahuan metalografi pada dasarnya
mempelajari karakteristik struktural dan susunan dari suatu logam atau paduan
logam. Biasanya tidak melalui suatu keseluruhan potongan disebabkan oleh
pembawaan hydrogen atau logam.
Dewasa ini terdapat berbagai jenis bahan
yang digunakan pada proses manufaktur. Namun, sebelum diketahui atau digunakan
dalam industri atau bagian-bagian yang lain, karakteristik structural atau
susunan dari logam atau paduannya yang akan dipakai atau ditawarkan pada
industri untuk keperluan lainnya.
Dari hal inilah, orang mulai mencoba
untuk melakukan uji metalografi pada suatu material. Sehingga dengan cara ini
dapat diperoleh bahan dengan sifat-sifat yang sesuai dengan tujuan tertentu
untuk memenuhi nkebutuhan teknologi modern yang meningkat.Untuk itu, pengujian
metalografi sangat berguna dalam berbagai dunia industri, terutama pada
industri logam dan otomotif. Karena kebutuhan akan logam ini semakin meningkat,
maka banyak industri manufaktur menyuplai bahan logam yang ada di pasaran san
telah melalui berbagai proses pengujian bahan.
1.2.
Tujuan dan Manfaat Pengujian
a.
Tujuan Pengujian
Setelah
melakukan pengujian metalografi praktikan dapat :
i.
Menjelaskan tujuan dari proses
metalografi.
ii.
menjelaskan langkah-langkah pengujian
Metalografi.
iii.
Mengetahui bahan dan alat yang digunakan
pada pengujian metalografi.
iv.
Mengetahui bentuk-bentuk fasa dari
logam.
v.
menganalisa ukuran butir dan
membbandingkan dengan grain size ASTM.
vi.
Menjelaskan hubungan antara struktur
mikro dan karakteristik butir terhadap bahan.
vii.
Mampu melakukan pengujian metalografi.
b.
Manfaat Pengujian
i.
Bagi Praktikan
1. Dapat
mengetahui dampak perlakuan panas dan media pendingin terhadap karakteristik
logam.
2. Dapat
melihat perbedaan setiap fasa logam yang diuji.
3. Dapat
mengoperasikan mikroskop untuk pengamatan pada bahan yang lain.
ii.
Bagi Industri
1. Dengan
pengujian metalografi, dapat diketahui suatu logam atau paduannya yang mempunyai
kekuatan yang tinggi dan ekonomis.
2. Dapat
diperoleh bahan dengan sifat-sifat yang sesuai dengan kebutuhan industri.
BAN
II
LANDASAN
TEORI
2.1.Teori
Dasar
a.
Defenisi Metalografi
Merupakan disiplin ilmu yang mempelajari
karakteristik mikrostruktur dan makrostruktur suatu logam, paduan logam
dan material lainnya serta
hubungannya dengan sifat-sifat
material, atau biasa juga dikatakan suatu proses umtuk mengukur suatu material
baik secara kualitatif maupun kuantitatif berdasarkan informasi-informasi yang didapatkan
dari material yang diamati. Dalam ilmu metalurgi struktur mikro merupakan hal
yang sangat penting untuk dipelajari. Karena struktur mikro sangat
berpengaruh pada sifat fisik dan mekanik suatu logam. Struktur mikro yang
berbeda sifat logam akan berbeda pula. Struktur mikro yang kecil akan
membuat kekerasan logam akan meningkat. Dan juga sebaliknya, struktur
mikro yang besar akan membuat logam menjadi ulet atau kekerasannya
menurun. Struktur mikro itu sendiri dipengaruhi oleh komposisi kimia dari
logam atau paduan logam tersebut serta proses yangdialaminya.
Metalografi
bertujuan untuk mendapatkan struktur makro dan mikro suatu logam sehingga dapat
dianalisa sifat mekanik dari logam tersebut. Pengamatan metalografi dibagi
menjadidua,yaitu:
i.
Metalografi makro, yaitu penyelidikan
struktur logam dengan pembesaran 10 ± 100kali.
ii.
etalografi mikro, yaitu penyelidikan
struktur logam dengan pembesaran 1000 kali.
Untuk mengamati struktur mikro yang
terbentuk pada logam tersebut biasanya memakai mikroskop optik. Sebelum benda
uji diamati pada mikroskop optik, benda uji tersebut harus melewati tahap-tahap
preparasi. Tujuannya adalah agar pada saat diamati benda uji terlihat dengan
jelas, karena sangatlah penting hasil gambar pada metalografi. Semakin sempurna
preparasi benda uji, semakin jelas gambar struktur yang diperoleh. Adapun
tahapan preparasinya meliputi pemotongan, mounting, pengampelasan, polishing
dan etching (etsa).
b.
Jenis-jenis mikroskop
i.
Mikroskop cahaya
Mikroskop cahaya atau dikenal juga dengan nama "Compound
light microscope" adalah sebuah mikroskop yang menggunakan cahaya lampu sebagai pengganti cahaya
matahari sebagaimana yang digunakan pada mikroskop konvensional. Pada mikroskop konvensional, sumber cahaya masih berasal dari
sinar matahari yang dipantulkan dengan suatu cermin datar
ataupun cekung yang terdapat dibawah kondensor. Cermin ini akan mengarahkan
cahaya dari luar kedalam kondensor.

Gambar 2.1 mikroskop
cahaya
Pada
mikroskop ini, kita dapat melihat bayangan benda dalam tiga dimensi lensa,
yaitu lensa obyektif, lensa okuler dan lensa kondensor. Lensa
obyektif berfungsi guna pembentukan bayangan pertama dan menentukan
struktur serta bagian renik yang akan terlihat pada bayangan akhir serta
berkemampuan untuk memperbesar bayangan obyek sehingga dapat memiliki nilai
"apertura" yaitu suatu ukuran daya pisah suatu lensa obyektif yang
akan menentukan daya pisah spesimen, sehingga mampu menunjukkan struktur renik
yang berdekatan sebagai dua benda yang terpisah.
Lensa
okuler, adalah lensa mikroskop yang terdapat di bagian ujung atas tabung
berdekatan dengan mata pengamat, dan berfungsi untuk memperbesar bayangan yang
dihasilkan oleh lensa obyektif berkisar antara 4 hingga 25 kali.
Lensa
kondensor, adalah lensa yang berfungsi guna mendukung terciptanya pencahayaan
pada obyek yang akan dilihat sehingga dengan pengaturan yang tepat maka akan
diperoleh daya pisah maksimal.
Jika
daya pisah kurang maksimal maka dua benda akan terlihat menjadi satu dan pembesarannyapun
akan kurang optimal.
ii.
Mikroskop elektron
adalah sebuah mikroskop yang mampu untuk melakukan pembesaran objek sampai 2 juta
kali, yang menggunakan elektro
statik dan elektro
magnetik untuk mengontrol pencahayaan dan
tampilan gambar serta memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang
jauh lebih bagus daripada mikroskop cahaya. Mikroskop elektron ini menggunakan jauh lebih banyak energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan
mikroskop cahaya.

gambar 2.4 mikroskop electron
Jenis-jenis
mikroskop electron
1. Mikroskop
transmisi elektron (TEM)
Mikroskop
transmisi elektron (Transmission electron microscope-TEM)adalah sebuah
mikroskop elektron yang cara kerjanya mirip dengan cara kerja proyektor
slide, di mana elektron ditembuskan ke dalam
obyek pengamatan dan pengamat mengamati hasil tembusannya pada layar.
Cara
kerja
Mikroskop
transmisi eletron saat ini telah mengalami peningkatan kinerja hingga mampu
menghasilkan resolusi hingga 0,1 nm (atau 1angstrom) atau sama dengan
pembesaran sampai satu juta kali. Meskipun banyak bidang-bidang ilmu
pengetahuan yang berkembang pesat dengan bantuan mikroskop
transmisi elektron ini.
Adanya
persyaratan bahwa "obyek pengamatan harus setipis mungkin" ini
kembali membuat sebagian peneliti tidak terpuaskan, terutama yang memiliki
obyek yang tidak dapat dengan serta merta dipertipis. Karena itu pengembangan
metode baru mikroskop elektron terus dilakukan.
2. Mikroskop
pemindai transmisi elektron (STEM)
Mikroskop
pemindai transmisi elektron (STEM)adalah merupakan salah satu tipe yang
merupakan hasil pengembangan dari mikroskop transmisi elektron (TEM).
Pada
sistem STEM ini, electron menembus spesimen namun sebagaimana halnya dengan
cara kerja SEM, optik elektron terfokus langsung pada sudut yang sempit dengan
memindai obyek menggunakan pola pemindaian dimana obyek tersebut dipindai dari
satu sisi ke sisi lainnya (raster) yang
menghasilkan lajur-lajur titik (dots)yang membentuk gambar seperti yang
dihasilkan oleh CRT pada televisi / monitor.
3. Mikroskop
pemindai elektron (SEM)
Mikroskop
pemindai elektron (SEM) yang digunakan untuk
studi detil arsitektur permukaan sel(atau
struktur jasad renik lainnya), dan
obyek diamati secara tiga dimensi.
Cara
kerja
Cara
terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada mikroskop
optic dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron baru
(elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel
ketika permukaan sampel tersebut dipindai dengan sinar elektron. Elektron sekunder
atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian
besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT(cathode ray tube). Di layar CRT inilah gambar
struktur obyek yang sudah diperbesar bisa dilihat. Pada proses operasinya, SEM
tidak memerlukan sampel yang ditipiskan, sehingga bisa digunakan untuk melihat
obyek dari sudut pandang 3 dimensi.
4. Mikroskop
pemindai lingkungan elektron (ESEM)
Mikroskop
ini adalah merupakan pengembangan dari SEM, yang dalam bahasa Inggrisnya
disebut Environmental SEM (ESEM) yang dikembangkan guna
mengatasi obyek pengamatan yang tidak memenuhi syarat sebagai obyek TEM maupun
SEM.
Obyek
yang tidak memenuhi syarat seperti ini biasanya adalah bahan alami yang ingin
diamati secara detil tanpa merusak atau menambah perlakuan yang tidak perlu
terhadap obyek yang apabila menggunakat alat SEM konvensional perlu ditambahkan
beberapa trik yang memungkinkan hal tersebut bisa terlaksana.
Cara
kerja
Mikroskop
ini adalah merupakan pengembangan dari SEM, yang dalam bahasa Inggrisnya
disebut Environmental SEM (ESEM) yang dikembangkan guna
mengatasi obyek pengamatan yang tidak memenuhi syarat sebagai obyek TEM maupun
SEM.
Obyek
yang tidak memenuhi syarat seperti ini biasanya adalah bahan alami yang ingin
diamati secara detil tanpa merusak atau menambah perlakuan yang tidak perlu
terhadap obyek yang apabila menggunakat alat SEM konvensional perlu ditambahkan
beberapa trik yang memungkinkan hal tersebut bisa terlaksana.
Pertama-tama
dilakukan suatu upaya untuk menghilangkan penumpukan elektron (charging)
di permukaan obyek, dengan membuat suasana dalam ruang sample tidak vakum
tetapi diisi dengan sedikit gas yang akan mengantarkan muatan positif ke
permukaan obyek, sehingga penumpukan elektron dapat dihindari.
Hal
ini menimbulkan masalah karena kolom tempat
elektron dipercepat dan ruang filamen di mana elektron yang dihasilkan memerlukan tingkat vakum yang tinggi. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan
memisahkan sistem pompa vakum ruang obyek dan ruang kolom serta filamen, dengan
menggunakan sistem pompa untuk masing-masing ruang. Di antaranya kemudian
dipasang satu atau lebih piringan logam platina yang biasa disebut (aperture) berlubang dengan diameter
antara 200 hingga 500 mikrometer yang digunakan hanya untuk melewatkan elektron , sementara
tingkat kevakuman yang berbeda dari tiap ruangan tetap terjaga.
5.
Mikroskop refleksi elektron (REM)
Yang
dalam bahasa Inggrisnya disebut Reflection electron microscope (REM), adalah
mikroskop elektron yang memiliki cara kerja yang serupa sebagaimana halnya
dengan cara kerja TEM namun sistem ini menggunakan deteksi pantulan elektron
pada permukaan objek. Tehnik ini secara khusus digunakan dengan
menggabungkannya dengan tehnik Refleksi difraksi elektron energi tinggi (Reflection
High Energy Electron Diffraction) dan tehnik Refleksi pelepasan spektrum
energi tinggi (reflection high-energy loss spectrum - RHELS).
c.
Mekanisme Difusi
Difusi
merupakan proses perpindahan atau pergerakan molekul zat atau gas dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Difusi melalui membran dapat
berlangsung melalui tiga mekanisme, yaitu difusi sederhana (simple difusion),d
ifusi melalui saluran yang terbentuk oleh protein transmembran (simple difusion
by chanel formed), dan difusi difasilitasi (fasiliated difusion).
Difusi
sederhana melalui membrane berlangsung karena molekul -molekul yang berpindah
atau bergerak melalui membran bersifat larut dalam lemak (lipid) sehingga dapat
menembus lipid bilayer pada membran secara langsung. Membran sel permeabel
terhadap molekul larut lemak seperti hormon steroid, vitamin A, D, E, dan K
serta bahan-bahan organik yang larut dalam lemak, Selain itu, memmbran sel juga
sangat permeabel terhadap molekul anorganik seperti O,CO2, HO, dan H2O.
Beberapa molekul kecil khusus yang terlarut dalam serta ion-ion tertentu, dapat
menembus membran melalui saluran atau chanel. Saluran ini terbentuk dari
protein transmembran, semacam pori dengan diameter tertentu yang memungkinkan
molekul dengan diameter lebih kecil dari diameter pori tersebut dapat
melaluinya. Sementara itu, molekul – molekul berukuran besar seperti asam
amino, glukosa, dan beberapa garam – garam mineral , tidak dapat menembus
membrane secara langsung, tetapi memerlukan protein pembawa atau transporter
untuk dapat menembus membran.
d.
Langkah-langkah pemeriksaan metalografi
(Pemotongan,Pengamplasan,Penggerindaan,Pemolesan, Pengetsaan dan Pemeriksaan
Mikroskop
i.
Pemotongan
Pemilihan
sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskop optik merupakan hal yang
sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan
yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersial tidak homogen
sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap
representatif.Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga
menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan/kondisi
ditempat-tempat tertentu(kritis) dengan memperhatikan kemudahan pemotongan
pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan
diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh untuk pengamatan
mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat
mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah),
untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh
dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus
dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu,
setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai.
Pada
saat pemotongan jangan sampai merusak struktur bahan akibat gesekan alat
potong dengan benda uji. Untuk menghindari pemanasan setempat atau berlebihan dapat
digunakan air sebagai pendingin. Berdasarkan tingkat deformasi yang
dihasilkan, teknik pemotongan terbagi menjadi dua yaitu : teknik pemotongan
dengan deformasi yang besar menggunakan gerinda, sedangkan teknik pemotongan
dengan deformasi yang kecil menggunakan low speed diamond saw.
Teknik
pemotongan sampel dapat dilakukan dengan :
1. untuk
bahan getas dank eras
2. pengguntingan
: untuk baja karbon rendah yang tipis dan lunak
3. penggergajian
: untuk bahan yang lebih lunak dari 350 HB
4. pemotongan
abrasi
5. electric
discharge machining : untuk bahan dengan konduktivitas baik di mana sampel
direndam dalam fluida dielektrik lebih dahulu sebelum dipotong dengan memasang
catu listrik antara elektroda dan sampel.
ii.
Penggerindaan Kasar,
yaitu
meratakan permukaan sampel dengan cara menggosokkan sampel padabaru
gerinda. Bertujuan
untuk menghilangkan deformasi pada permukaan akibat pemotongan dan Pemanasan yang berlebih harus dihindari.
Sampel yang baru saja dipotong atau sampel yang telah terkorosi memiliki
permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar tersebut harus diratakan agar
pengamatan struktur mudah dilakukan.
iii.
Mounting
Proses
mounting atau pembingkaian benda uji dilakukan pada benda uji dengan ukuran
yang kecil dan tipis, hal ini bertujuan untuk mempermudah pemegangan benda uji
ketika dilakukan tahap preparasi selanjutnya seperti pengampelasan dan
polishing. Benda uji ini di-mounting dengan alat
mounting
press dengan penambahan bakelit yang akan menggumpal dan membingkai benda uji.
Selain bakelit juga masih banyak bahan yang dapat digunakan untuk mounting.
Cetakannya :
·
Berbentuk bulat
·
Ukuran 1 inchi ± 1
½ inchi Ø
Macam-macamnya
:
·
Cairanbasa(degesing) untuk menghilangkan garis.
·
Panas(Lemakdengan menggunakan uap gas )
·
Dengan menggunakan asam lemah.
·
Alkohol yang tidak bereaksi dengan
udara.
·
Aseton.
Metode
- metode pembingkaian(Mounting )
·
Adhesive
mounting
·
Clamp
·
plastic mounting
Adapun
jenis-jenis bahan untuk mounting
a. Castable
mounting, jenis bahan mounting dimana
bahan serbuk diberi pelarut dan serbuk itu diletakkan dalam satu tempat dengan
dengan spesimen, kemudian dibalik dan bagian permukaan atasnya datar. Contoh
serbuknya adalah polister, epoxies (transparan) atauacrylics.
Kelebihannya adalah spesimen dengan ukuran besar / kecil dapat dimounting,
cetakannya bias digunakan berulang-ulang.
b. Compression
mold dimana ukuran diameter tetap, jika berubah maka
mesin harus diganti. Jenis material yang digunakan thermosetting dan thermoplastic.
iv.
Penggerindaaan halus( Pengamplasan)
Untuk meratakan permukaan spesimen hasil dari penggerindaan kasar sebelum spesimen dipoles,
dilakukan penggerindaan halus atau juga disebut pengamplasan.. Seperti pada penggerindaan kasar, juga harus selalu
dialiri air pendingin, agar specimen tidak rusak atau
terganggu oleh pemanasan yang terjadi.
Pengamplasan
adalah proses untuk mereduksi suatu permukaan dengan pergerakan permukaan
abrasif yang bergerak relatif lambat sehingga panas yang dihasilkan tidak
terlalu signifikan. Pengamplasan bertujuan untuk meratakan dan
menghaluskan permukaan sampel yang akan diamati. Pengamplasan ini
dilakukan secara berurutan yaitu dengan memakai amplas kasar hingga amplas
halus.
Pengamplasan
kasar adalah pengamplasan yang dilakukan dengan menggunakan amplas dengan
nomor di bawah 180 #, dan masih menyisahkan permukaan benda kerja yg belum
halus.Pengamplasan halus adalah pengamplasan yang dilakukan dengan menggunakan
amplas dengan nomor lebih tinggi dari 180 #, dam menghasilkan permukaan
yang halus.
Pengamplasan
dimulai dengan meletakkan sampel pada kertas amplas dengan permukaan yang
akan diamati bersentuhan langsung dengan bagian kertas amplas yang kasar,
kemudian sampel ditekan dengan gerakan searah.Selama pengamplasan terjadi
gesekan antara permukaan sampel dan kertas amplas yangmemungkinkan terjadinya
kenaikan suhu yang dapat mempengaruhimikrostruktur sampel sehingga diperlukan
pendinginan dengan cara mengaliri air.Apabila ingin mengganti arah
pengamplasan, sampel diusahakan berada pada kedudukan tegak lurus terhadap
arah mula-mula.Pengamplasan selesai apabila tidak teramati lagi adanya
goresan-goresan pada permukaan sampel, selanjutnya sampel siap dipoles.
v.
Pemolesan
Pemolesan
adalah proses yang dilakukan untuk menghilangkan bagian-bagian yang
terdeformasi karena perlakuan sebelumnya dan Pemolesan bertujuan untuk
lebih menghaluskan dan melicinkan permukaan sampel yang akan diamati setelah
pengamplasan.pemolesan dibagi dua yaitu pemolesan kasar dan
halus. Pemolesan kasar menggunakan abrasive dalam range sekitar 30 -
3µm, sedangkan pemolesan halus menggunakan abrasive sekitar 1µm atau
di bawahnya.
Pemolesan
terbagi dalam tiga cara, yaitu:
1. Mechanical
polishing
2. Chemical-mecanical
polishing
3. Electropolishing
vi.
Pengetsaan
proses
yang dilakukan untuk melihat struktur mikro dari sebuah spesimen dengan
menggunakan mikroskop optik.Dilakukan dengan mengkikis daerah batas butir
sehingga struktur bahan dapat diamati dengan jelas dengan bantuan
mikroskop optik. Zat etsa bereaksi dengan sampel secara kimia pada laju
reaksi yang berbeda tergantung pada batas butir, kedalaman butir dan
komposisi dari sampel. Sampel yang akan dietsa haruslah bersih dan kering.
Slema etsa, permukaansampel diusahakan harus selalu terendam dalam etsa. Waktu
etsa harus diperkirakan sedemikian sehingga permukaan sampel yang dietsa
tidak menjadi gosong karena pengikisan yang terlalu lama. Oleh karena
itu sebelum dietsa, sampel sebaiknya diolesi alkohol untuk
memperlambat reaksi. Pada pengetsaan masing-masing zat etsa yang digunakan
memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan
sampelyang akan diamati. Zat etsa yang umum digunakan untuk baja ialah
nital dan picral. Setelah reaksi etsa selesai, zat etsa dihilangkan dengan
cara mencelupkan sampel ke dalam aliran air panas. Seandainya
tidak memungkinkan dapat digunakan air bersuhu ruang dan dilanjutkan
dengan pengeringan dengan alat pengering. Permukaan sampel yang telah
dietsa tidak boleh disentuh untuk mencegah permukaan menjadi kusam.
Stelahdietsa, sampel siap untuk diperiksa di bawah mikroskop. Pada intinya
proses pengetsaan dilakukan menggunakan
cairan kimia untuk memunculkan detail struktur mikro pada spesimen.Dilakukan
dengan cara mencelupkan mount kedalam wadah zat etsa.
e.
Diagram Fe-Fe3C

Diagram
Fe-Fe3C adalah sebuah diagram yang menunjukkan hubungan antara temperature
dengan besarnya kadar karbon suatu material pada proses pemanasan.
Struktur
Butir
Analisa
struktur butir dari diagram Fe-Fe3C
1. Sementit
Juga dikenal sebagai besi karbida yang memiliki rumus
kimia, Fe3C. Sementit mengandung 6,67% karbon. Memiliki tipikal
keras dan campuran interstisial rapuh dari kekuatan tariknya yang rendah
(kurang lebih 5000 psi) tetapi memiliki kekuatan tekan yang
tinggi. Struktur kristalnya adalah ortorombik.
2. Austenit
Juga dikenal sebagai besi gamma (γ), yang merupakan
sebuah larutan padat interstisial dari karbon yang dilarutkan dalam besi yang
memiliki struktur kristal face centered cubic (FCC). Sifat-sifat austenit
rata-rata adalah :
Tensile strength
|
150,000 psi.
|
Elongation
|
10 % in 2 in gage length.
|
Hardness
|
Rockwell C 40
|
Toughness
|
High
|
Normalnya austenit tidak stabil pada suhu kamar. Tapi di
bawah kondisi-kondisi tertentu mungkin saja austenit dihasilkan pada suhu kamar.
3. Ferit
Juga dikenal sebagai besi alpha (α), yang merupakan
larutan padat interstisial dari sejumlah kecil karbon yang dilarutkan dalam
besi yang memiliki sturktur kristal body centered cubic (BCC). Ferrit adalah
struktur yang paling lembut pada diagram besi-besi karbida. Sifatnya rata-rata
adalah:
Tensile Strength
|
40,000 psi
|
Elongation
|
40 % in 2 in gage length
|
Hardness
|
Less than Rockwell C 0 or less than
Rockwell B 90.
|
Toughness
|
Low
|
4. Perlit (α + Fe3C)
Merupakan campuran eutektoid yang mengandung 0,83% karbon
dan terbentuk pada suhu 1333°F melalui pendinginan yang sangat lambat.
Bentuknya sangat datar dan merupakan campuran antara ferrit dan sementit.
Struktur dari perlit seperti matriks putih (dasarnya dari ferrit) termasuk
bentuk pipihnya yang seperti sementit. Sifat rata-ratanya adalah:
Tensile Strength
|
120,000 psi
|
Elongation
|
20 % in 2 in gage length
|
Hardness
|
Rockwell C 20 or BHN 250-300
|
Diperlukan sejumlah dosis dari karbon dan sejumlah dosis
dari besi untuk membentuk sementit (Fe3C). Begitu juga perlit yang
membutuhkan sejumlah dosis dari sementit dan ferrit.Jika karbon yang diperlukan
tidak cukup, yaitu kurang dari 0,83%, besi dan karbonnya akan menyatu membentuk
Fe3C sampai seluruh karbonnya habis terpakai. Sementit ini akan bergabung
dengan sejumlah ferrit untuk membentuk perlit. Sejumlah sisa dari ferrit akan
tinggal didalam struktur sebagai ferrit bebas. Ferrit bebas juga dikenal
sebagai ferrit proeutektoid. Baja yang mengandung ferrit proeutektoid disebut
juga sebagai baja hipoeutektoid.
Bagaimanapun, jika terdapat kelebihan karbon diatas 0,83%
pada austenit, perlit akan terbentuk, dan kekurangan karbon dibawah 0,83% akan
membentuk sementit. Kelebihan kandungan sementit diletakkan pada batas butir.
Kelebihan kandungan sementit ini juga dikenal sebagai sementit proeutektoid.
5. Ledeburit
Adalah campuran eutektik dari austenit dan sementit.
Ledeburit mengandung 4,3% karbon dan menandakan keeutektikan dari besi cor.
Ledeburit terbentuk ketika kandungan karbon lebih dari 2%, yang ditunjukkan
oleh garis pembagi pada diagram equilibrium diantara baja dan besi cor.
6. Besi δ
Besi δ terbentuk pada suhu diantara 2552 dan 2802°F. dia
terbentuk dari kombinasi dengan melt hingga sekitar 0,5% karbon, kombinasi
dengan austenit hingga sekitar 0,18% karbon dan keadaan fasa tunggal hingga
sekitar 0,10% karbon. Besi δ memiliki struktur kristal body centered cubic
(BCC) dan memiliki sifat magnetik.
7. Martensit
(Reaksi-reaksi pembentukan)
Perbedaan antara austenit dengan martensit adalah, dalam
beberapa hal, cukup kecil: pada bentuk austenit sel satuannya berbentuk kubus
sempurna, pada saat bertransformasi menjadi martensit bentuk kubus ini
berdistorsi menjadi lebih panjang dari sebelumnya pada satu dimensi dan menjadi
lebih pendek pada dua dimensi yang lain. Gambaran matematis dari kedua struktur
ini cukup berbeda, untuk alasan-alasan simetri, tapi ikatan kimia yang
tertinggal sangat serupa. Tidak seperti sementit, yang ikatannya mengingatkan
kita kepada material keramik, kekerasan pada martensit sulit dijelaskan dengan
hubungan-hubungan kimiawi. Penjelasannya bergantung kepada perubahan dimensi
struktur kristal yang tidak kentara dan kecepatan transformasi martensit.
Austenit bertransformasi menjadi martensit pada pendinginan yang kira-kira
setara dengan kecepatan suara – terlalu cepat bagi atom-atom karbon untuk
keluar melalui kisi-kisi kristal. Distorsi yang menghasilkan sel satuan
mengakibatkan dislokasi kisi-kisi yang tak terhitung jumlahnya pada setiap
kristal, yang terdiri dari jutaan sel satuan. Dislokasi ini membuat struktur
kristal sangat tahan terhadap tegangan geser – yang berarti secara sederhana
bahwa ia tidak bisa dilekukkan dan tergores dengan mudah.
Martensit
terbentuk apabila besi austenit didinginkan dengan sangat cepat ke temperatur
rendah, sekitar temperatur ambien. Martensit adalah fasa tunggal yang tidak
seimbang yang terjadi karena transformasi tanpa difusi dari austenit. Pada
transformasi membentuk martensite, hanya terjadi sedikit perubahan posisi atom
relatif terhadap yang lainnya.
f.
Diagram TTT

Diagram TTT (Time, Temperature, dan Transformation)
adalah sebuah gambaran dari suhu (temperatur) terhadap waktu logaritma untuk
baja paduan dengan komposisi tertentu. Diagram ini biasanya digunakan untuk
menentukan kapan transformasi mulai dan berakhir pada perlakuan panas yang
isothermal (temperatur konstan) sebelum menjadi campuran Austenit. Ketika
Austenit didinginkan secara perlahan-lahan sampai pada suhu dibawah temperatur
kritis, struktur yang terbentuk ialah Perlit. Semakin meningkat laju
pendinginan, suhu transformasi Perlit akan semakin menurun. Struktur mikro dari
materialnya berubah dengan pasti bersamaan dengan meningkatnya laju
pendinginan. Dengan memanaskan dan mendinginkan sebuah contoh rangkaian, transformasi
austenit mungkin dapat dicatat.
Diagram TTT menunjukkan kapan transformasi mulai dan
berakhir secara spesifik dan diagram ini juga menunjukkan berapa persen
austenit yang bertransformasi pada saat suhu yang dibutuhkan tercapai.
Peningkatan kekerasan dapat tercapai melalui kecepatan
pendinginan dengan melakukan pendinginan dari suhu yang dinaikkan seperti
berikut: pendinginan furnace, pendinginan udara, pendinginan oli, cairan garam,
air biasa, dan air asin.
Pada gambar 1, area sebelah kiri dari kurva transformasi
menunjukkan daerah austenit. Austenit stabil pada suhu diatas temperatur
kritis, tapi tidak stabil pada suhu dibawah temperatur kritis. Kurva sebelah
kiri menandakan dimulainya transformasi dan kurva sebelah kanan menunjukkan
berakhirnya transformasi. Area diantara kedua kurva tersebut menandakan
austenit bertransformasi ke jenis struktur kristal yang berbeda. (austenit ke
perlit, austenit ke martensit, austenit bertransformasi ke bainit).
Ketika austenit didinginkan ke suhu dibawah temperatur
kritis, ia bertransformasi ke struktur kristal yang berbeda tergantung pada
ketidakstabilan lingkungannya. Laju pendinginannya dapat dipilih secara
spesifik sehingga austenit dapat bertransformasi hingga 50%, 100%, dan lain
sebagainya. Jika kecepatan pendinginan sangat lambat seperti pada proses
annealing, kurva pendinginan akan melewati sampai seluruh area transformasi dan
produk akhir dari proses pendinginan ini akan menjadi 100% perlit. Dengan kata
lain, ketika laju pendinginan yang diterapkan sangat lambat, seluruh austenit
akan bertransformasi menjadi perlit. Jika laju pendinginan melewati pertengahan
dari daerah transformasi, produk akhirnya adalah 50% austenit dan 50% perlit,
yang berarti bahwa pada laju pendinginan tertentu kita dapat mempertahankan
sebagian dari austenit, tanpa mengubahnya menjadi perlit.
menunjukkan jenis transformasi yang bisa didapatkan pada
laju pendinginan yang lebih tinggi. Jika laju pendinginan sangat tinggi, kurva
pendinginan akan tetap berada pada bagian sebelah kiri dari kurva awal
transformasi. Dalam kasus ini semua austenit akan berubah menjadi martensit.
Jika tidak terdapat gangguan selama pendinginan maka produk akhirnya akan
berupa martensit.
Pada gambar 4 laju pendinginan A dan B menunjukkan dua
proses pendinginan secara cepat. Dalam hal ini kurva A akan menyebabkan
distorsi yang lebih besar dan tegangan dalam yang lebih besar dari laju
pendinginan B. Kedua laju pendinginan akan menghasilkan produk akhir martensit.
Laju pendinginan B juga dikenal sebagai laju pendinginan kritis, seperti
ditunjukkan oleh kurva pendinginan yang menyentuh hidung dari diagram TTT. Laju
pendinginan kritis didefinisikan sebagai laju pendinginan terendah yang
menghasilkan 100% martensit juga memperkecil tegangan dalam dan distorsi.
Sebuah proses pendinginan secara cepat mendapat gangguan
(garis horizontal menunjukkan gangguan) dengan mencelupkan material ke dalam
rendaman garam yang dicairkan dan direndam pada temperatur konstan yang diikuti
dengan proses pendinginan lain yang melewati daerah bainit pada diagram TTT.
Produk akhirnya adalah bainit, yang tidak sekeras martensit. Sebagai hasil dari
laju pendinginan D; dimensinya lebih stabil, distorsi dan tegangan dalam yang
ditimbulkan lebih sedikit.
laju pendinginan C menggambarkan proses pendinginan
secara lambat, seperti pada pendinginan furnace. Sebagai contoh untuk
pendinginan jenis ini adalah proses annealing dimana semua austenit akan
berubah menjadi perlit sebagai hasil dari pendinginan secara lambat.
Terkadang kurva pendinginan bisa melewati pertengahan
dari zona transformasi austenit-perlit. Pada gambar 7, kurva pendinginan E
menunjukkan sebuah laju pendinginan yang tidak cukup tinggi untuk memproduksi
100% martensit. Hal ini dapat dengan mudah terlihat dengan melihat pada diagram
TTT. Sejak kurva pendinginan tidak menyinggung hidung dari diagram
transformasi, austenit akan bertransformasi menjadi 50% perlit (kurva E
menyinggung kurva 50%). Semenjak kurva E meninggalkan diagram transformasi pada
zona martensit, sisa yang 50% dari austenit akan bertransformasi menjadi
martensit.
g.
Analisa kegagalan pada metalografi
Langkah-langkah
atau ProsedurAnalisis Kegagalan (II):
i.
Deskripsi dari terjadinya kegagalan,
(mendokumentasikan terjadinya kegagalan. Informasi berkaitan seperti disain
komponen, jenis material, sifat material, fungsi komponen).
ii.
Pemeriksaan visual, (mendokumentasikan
pengamatan yang dilakukan ditempat kejadian).
iii.
Analisis tegangan, (Ketika komponen yang
bekerja melibatkan adanya beban, maka analisis tegangan sangat diperlukan untuk
mengetahui apakah tegangan yang bekerja berada dibawah sifat mekanik material).
iv.
Pemeriksaan komposisi kimia, (kesesuaian
dengan komposisi kimia standar material).
v.
Fraktografi, (pemeriksaan permukaan
patahan dengan mikroskopoptik dan elektron untuk mengetahui mekanisme patahan).
vi.
Metalografi.
vii.
Sifat-sifat material, (biasanya dengan
pengujian kekerasan sudah cukup untuk mengetahui sifat-sifat mekanik material
dan dilakukan tanpa merusak sampel).
viii.
Simulasi, (apabila memungkinkan).
h.
Korosi
Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang
menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari,
korosi disebut perkaratan. Contoh korosi yang paling lazim adalah perkaratan
besi, juga sering diartikan serangan yang merusak logam karena logam bereaksi
secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan.
Jenis-jenis Cacat pada Material
Cacat dapat terjadi karena adanya solidifikasi (pendinginan) ataupun akibat dari luar. Cacat tersebut dapat berupa :
Cacat dapat terjadi karena adanya solidifikasi (pendinginan) ataupun akibat dari luar. Cacat tersebut dapat berupa :
i.
Cacat titik (point defect)
Dapat berupa :
Dapat berupa :
1. Cacat kekosongan (Vacancy) yang terjadi
karena tidak terisinya suatu posisi atom pada lattice.
2. Interstitial
(“salah tempat”, posisi yang seharusnya kosong justru ditempati atom) Substitusional
(adanya atom “asing” yang menggantikan tempat yang seharusnya diisi oleh atom)
3. Cacat
garis (line defect)Yakni Cacat yang menimbulkan distorsi pada lattice yang
berpusat pada suatu garis. Sering pula disebut dengan dislokasi. Secara umum
ada 2 jenis dislokasi, yakni : edge dislocation dan screw dislocation
4. Cacat
bidang (interfacial defect)Ialah batasan antara 2 buah dimensi dan umumnya
memisahkan daerah dari material yang mempunyai struktur kristal berbeda dan
atau arah kristalnya berbeda, misalnya : Batas Butir (karena bagian batas butir
inilah yang membeku paling akhir dan mempunyai orientasi serta arah atom yang
tidak sama. Semakin banyak batas butir maka akan semakin besar peluang
menghentikan dislokasi. Kemudian contoh yang berikutnya adalah Twin (Batas
butir tapi special, maksudnya : antara butiran satu dengan butiran lainnya
merupakan cerminan).
5. Cacat
Ruang (Bulk defect) Perubahan bentuk secara permanen disebut dengan Deformasi
Plastis, deformasi plastis terjadi dengan
mekanisme :Slip, yaitu : Perubahan dari
metallic material oleh pergerakan dari luar sepanjang Kristal.
Bidang slip dan arah slip terjadi pada bidang grafik dan arah atom yang paling
padat karena dia butuh energi yang paling ringan atau kecil.
Twinning terjadi bila satu bagian dari butir berubah orientasinya sedemikian rupa sehingga susunan atom di bagian tersebut akan membentuk simetri dengan bagian kristal yang lain yang tidak mengalami twinning.
Twinning terjadi bila satu bagian dari butir berubah orientasinya sedemikian rupa sehingga susunan atom di bagian tersebut akan membentuk simetri dengan bagian kristal yang lain yang tidak mengalami twinning.
i.
Tegangan sisa
Adalah
sebuah tegangan yang bekerja pada suatu bahan setelah semua gaya-gaya luar yang
bekerja pada benda tersebut dihilangkan. Tegangan sisa muncul akibat beberapa
proses pembentukan seperti deformasi plastis, perubahan temperatur dan
transformasi fasa. Beberapa proses pembentukan yang menghasilkan tegangan sisa
antara lain: casting, forming, forging, drawing, extruding, rolling, spinning,
bending, machining, welding, shot peening, quenching, carburizing, coating, dll
Tegangan
sisa ini dapat menguntungkan tetapi juga dapat merugikan. Jika beban berupa
tegangan tarik dan terdapat tegangan sisa tekan pada material maka tegangan
sisa ini akan memberi resultante negatif mengurangi efek beban ke material.
Sebaliknya jika terdapat tegangan sisa tarik pada material yang mengalami beban
tarik maka akan memberikan resultante positif dan jika melawati tegangan luluhnya
akan menjadi awal mula terjadinya patahan.
Beberapa
teknik telah dikembangkan untuk menghilangkan tegangan sisa ini, khususnya jika
bersifat merugikan. Yang umum digunakan adalah dengan anealing, yaitu proses
pemanasan material yang mengalami pengerjaan dingin hingga pada temperatur
rekristalisasinya. Padatemperatur rekristalisasi, butir-butir akan terbentuk
kembali dan tegangan sisa akan dilepaskan.Metode lain adalah dengan
menggetarkan material pada frekuensi pribadinnya. Dengan metode ini, material relatif
tidak mengalami perubahan bentuk meskipun tegangan sisanya terlepas.
j.
Metalografi Kuantitatif
Ilmu
yang mempelajari secara kuantitatif hubungan antara pengukuran-pengukuran yang
dibuat pada bidang dua dimensi dengan besaran-besaran struktur mikro dari suatu
spesimen berdimensi tiga.
Metalografi
kuantitatif adalah pengukuran gambar struktur dari potongan, replika, atau
lapisan tipis dari logam-logam yang dapat diamati dengan mikroskop optik dan
mikroskop elektron. Obyek yang diukur fasa dan butir yang meliputi
i.
Fraksi volume
Perhitungan
fraksi volume dilakukan untuk menentukan fraksi volume dari fasa tertentu atau
dari suatu kandungan tertentu. Teknik yang paling sederhana yaitu dengan
melihat struktur mikro, memperkirakan fraksi luas. Atau dengan membandingkan
struktur mikro dengan pembesaran tertentu terhadap standar tertentu yang
terdiri dari beberapa jenis dan gambar struktur yang ideal dengan persentase
yang berbeda. Dengan metode perhitungan ada dua cara. Cara yang pertama adalah
dengan analisa luas yang diperkenalkan pertama kali oleh Delesse, Geologis
Jerman pada tahun 1848, yang menunjukkan fraksi luas Aa, dari potongan dua
dimensi adalah suatu perhitungan fraksi volume :
Vv
= A /AT
Dimana A
adalah jumlah luas fasa yang dimaksud AT adalah luas total
pengukuran. Pengukuran dapat dengan metode planimetri atau dengan memotong foto
fasa yang dimaksud dan mencoba membandingkan lebar 11 fasa yang dimaksud dengan lebar foto yang dimaksud. Metode ini
kurang sesuai untuk fasa halus.
Cara
yang kedua adalah dengan analisa garis, metode ini diperkenalkan oleh Reziwal
seorang Geologis Jerman pada tahun 1898. Ia mendemonstrasikan ekuivalensi
antara fraksi garis LL dan fraksi volum. Pada analisa garis, total panjang dari
garis-garis yang ditarik sembarangan memotong fasa yang diukur L dibagi dengan
total panjang garis LT untuk memperoleh fraksi garis :
LL =
L /LT = Vv
Cara
yang kedua yaitu dengan perhitungan titik, diperkenalkan oleh Thomson 1933,
Glagolev 1933, Chalkley 1943. Metode ini menggunakan point grind dua dimensi.
Caranya test grind diletakkan pada lensa okuler atau dapat diletakkan di depan
layar proyeksi atau foto dengan bantuan lembaran plastik. Pembesaran harus
cukup tinggi sehingga lokasi titik uji terhadap struktur tampak jelas.
Pembesaran sekecil mungkin dimana hasil memungkinkan pembesaran disesuaikan
dengan daya pisah dan ukuran area untuk ketelitian statistik. Semakin kecil
pengukuran semakin banyak daerah yang dapat dianalisa dengan derajat ketelitian
statistik tertentu. Titik potong adalah perpotongan 2 garis grind:
Pp =
P /PT = L /nPo
Dimana
n adalah jumlah perhitungan dan Po jumlah titik dari grind. Jadi PT = nPo,
jumlah total titik uji pada lensa okuler umumnya menggunakan jumlah titik
terbatas yaitu 9, 16, 25, dan seterusnya dengan jarak teratur. Sedangkan untuk
grind yang digunakan didepan screenmempunyai
16, 25, 29, 64 atau 100 titik. Fraksi volume sekitar 50% sangat baik
menggunakan jumlah grind yang sedikit, seperti 25 titik. Untuk volume fraksi
yang amat rendah baik digunakan grind dengan jumlah titik yang banyak dalam
kebanyakan pekerjaan, fraksi volume dinyatakan dengan persentase dengan
dikalikan 100. Ketiga metode dapat dianggap mempunyai ketelitian yang sama.
VV =AA =LL =P
ii.
Ukuran /besar butir
Metode
perhitungan besar butir ada dua cara. Cara yang pertama adalah metode
Planimetri yang diperkenalkan oleh Jefferies. Metodenya yaitu dengan rumus :
G
= [3,322 Log (NA) ± 2,95]
Dimana
NA adalah jumlah butir/ mm2 = (F) (n1+ n2/2) = NAF adalah bilangan Jefferies =
M2 / 5000.
5000 mm2 =
Luas lingkaran.
No
butir dapat dilihat di table ASTM Metoda yang kedua adalah dengan metode
Intercept yang diperkenalkan oleh Heyne yaitu dengan rumus : G = [6,646 log 9L3) ± 3,298]
PL
= P / (LT/M)
Panjang
garis perpotongan ;
-L3 =
1 / PL
P
= Jumlah titik potong batas butir deng an lingkaran
LT
= Panjang garis total
M
= Perbesaran
P1
atau L3 dapat dilihat di table besar butir ASTM
Sebenarnya
masih banyak obyek-oblek pengukuran metalografi kuantitatif lainnya yang belum
disebutkan. Seperti mengukur luas permukaan dan panjang garis volume, dan
distribusi ukuran partikel dengan metode yang berbeda-beda. Semuanya dipakai
sesuai dengan permintaan analisa metalografinya. Tetapi yang paling sering
menjadi obyek dalam metalografi kuantitatif biasanya adalah perhitungan fraksi
volume dan perhitungan besar atau ukuran butir.
k.
Pemeriksaan Makroskopik dan Mikroskopik
i.
Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan
makroskopik adalah sebuah pemeriksaan untuk mengamati struktur dengan
perbesaran 10-100 kali, biasanya digunakan mikroskop cahaya.
ii.
Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan
mikroskopik adalah sebuah pemeriksaan untuk mengamati struktur dengan
perbesaran diatas 100 kali, biasanya digunakan mikroskop cahaya ataupun
mikroskop elektron dan mikroskop optik.
i.
Nomenklatur alat polish dan mikroskop Nomenklatur
mikroskop
ii.
Sistem kristalografi
1. Sistem
Isometrik
a. Sistem
ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem
kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak
lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk
masing-masing sumbunya. Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik
memiliki axial ratio (perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu
a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut
kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).
b. Pada
penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis
dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga
ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan
sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem
isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :
Tetaoidal,
Gyroida, Diploida, Hextetrahedral, Hexoctahedral
Beberapa
contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite,
galena, halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992)
2. Sistem
Tetragonal
Sama
dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang
masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama.
Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada
umumnya lebih panjang.
Pada
kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b
≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan
sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini
berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak
lurus satu sama lain (90˚).
Pada
penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Tetragonal
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan).
Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem
tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:
Piramid,
Bipiramid, Bisfenoid, Trapezohedral, Ditetragonal Piramid, Skalenohedral,
Ditetragonal Bipiramid
Beberapa
contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil,
autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)
3. Sistem
Hexagonal
Sistem
ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu
lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu
sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c
berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).mPada
kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan
sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α
dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Pada
penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis
dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik
garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap
sumbu b+.
Sistem
ini dibagi menjadi 7:
Hexagonal
Piramid, Hexagonal Bipramid, Dihexagonal Piramid, Dihexagonal BipiramidTrigonal
Bipiramid, Ditrigonal Bipiramid, Hexagonal Trapezohedral
Beberapa
contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz,
corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo.
1977)
4. Sistem
Trigonal
Jika
kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu
Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem
kristal Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya,
bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk
segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang
melewati satu titik sudutnya.
Pada
kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b =
d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu
d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β
= 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak
lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Pada
penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Trigonal
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan).
Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk
sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem
ini dibagi menjadi 5 kelas:
Trigonal
pyramid, Trigonal Trapezohedral, Ditrigonal Piramid, Ditrigonal
Skalenohedral, Rombohedral
Beberapa
contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah tourmalinedan
cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977)
5. Sistem
Orthorhombik
Sistem
ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang
saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai
panjang yang berbeda. Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik
memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang
sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan
juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem
ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus (90˚).
Pada
penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Orthorhombik
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan
yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut
antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki
nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem
ini dibagi menjadi 3 kelas:
v Bisfenoid,
v Piramid,v Bipiramid
v Beberapa
contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite,
chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992)
6. Sistem
Monoklin
Monoklin
artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang
dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu
c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan
sumbu b paling pendek.
Pada
kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a
≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau
berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ.
Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚),
sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).
Pada
penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Monoklin
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan
yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut
antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki
nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem
Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
Sfenoid,
Doma, Prisma
Beberapa
contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite,
malachite, colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992)
7. Sistem
Triklin
Sistem
ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling tegak
lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama. Pada kondisi
sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a
≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau
berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚.
Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus
satu dengan yang lainnya.
Pada
penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan
menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.
Sistem
ini dibagi menjadi 2 kelas:
Pedial
dan Pinakoidal
Beberapa
contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite,
anorthite, labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase .
1. Gambar
ASTM Grain Size Number

Gambar 2.39 ASTM Brain Size Number
DAFTAR
PUSTAKA
Ilmu
Teknologi Bahan, Lawrence H. Van Vlack, dan Sriati Djaprie Erlangga, Jakarta.
Pengetahuan
Bahan Teknik, Prof. Ir. Tata Surdia MS. Met., E dan Prof. Dr. Shiroku Saito. Pradya
Pratama.
0 comments :
Post a Comment