Icon Moon Batman Begins - Diagonal Resize 2

Thursday, December 18, 2014



MAKALAH

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah: PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Dosen Pengampu:
Dr. Sukirmana M.Si



Disusun oleh:

Nama              :           Rozaq Mustofa Lutfi
NIM                :           (5201413042)
Prodi               :           Pendidikan Teknik Mesin
Rombel           :           45




PSIKOLOGI PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sejarah perjalanan pendidikan di Indonesia, kurikulum sudah menjadi stigma negative dalam masyarakat karena seringnya berubah tetapi kualitasnya masih tetap diragukan. Kurikulum merupakan sarana untuk mencapai program pendidikan yang dikehendaki. Sebagai sarana, kurikulum tidak akan berarti jika tidak ditunjang oleh sarana dan prasarana yang diperlukan seperti sumber-sumber belajar dan mengajar yang memadai, kemampuan tenaga pengajar, metodologi yang sesuai, serta kejernihan arah serta tujuan yang akan dicapai. Pelaksanaan suatu kurikulum tidak terlepas dari arah perkembangan suatu masyarakat. Perkembangan kurikulum di Indonesia pada zaman pasca kemerdekaan hingga saat ini terus mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan zaman serta terus akan mengalami penyempurnaan dalam segi muatan, pelaksanaan, dan evaluasinya.
Perubahan kurikulum dapat bersifat sebagian (pada kompoenen tertentu), tetapi dapat pula bersifat keseluruhan yang menyangkut semua komponen kurikulum. Pembaharuan kurikulum biasanya dimulai dari perubahan konsepsional yang fundamental yang diikuti oleh perubahan struktural. Pembaharuan dikatakan bersifat sebagian bila hanya terjadi pada komponen tertentu saja misalnya pada tujuan saja, isi saja, metode saja, atau sistem penilaiannya saja. Pembaharuan kurikulum bersifat menyeluruh bila mencakup perubahan semua komponen kurikulum. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan 2004, 2006 dan tak ketinggalan juga kurikulum terbaru yang akan diterapkan di tahun ajaran 2013/2014. Sebelum pelaksanaan penerapan kurikulum 2013 ini, pemerintah melakukan uji public untuk menentukan kelayakan kurikulum ini di mata public. Kemudian pada akhirnya di tahun 2013 akan mulai diberlakukan kurikulum ini secara bertahap.
Pada Kesempatan ini saya akan membahas kurikulum 2013 yang menjadi pro dan kontra bagi guru dan masyarakat.

B. Identifikasi Masalah
1.      Apa pengertian kurikulum?
2.      Apa pengertian kurikulum 2013?
3.      Apa kelebihan dan kekurangan kurikulum 2013?
4.      Apa pentingnya mengenal Pelaksanaan Kurikulum 2013 ?
5.      Apa yang di maksud dengan assesmen autentik dan apa maknanya?
6.      Bagaimana asesmen autentik pada kurikulum 2013?
7.      Apa hakikat penilaian autentik?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum
Secara etimologis, kurikulum berasal dari kata dalam Bahasa Latin curerer yaitu pelari, dan curere yang artinya tempat berlari. Pada awalnya kurikulum adalah suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari mulai dari garis start sampai dengan finish. Kemudian pengertian kurikulum tersebut digunakan dalam dunia pendidikan, dengan pengertian sebagai rencana dan pengaturan tentang sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik dalam menempuh pendidikan di lembaga pendidikan.
Berikut ini beberapa pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli:
Pengertian Kurikulum Menurut Kerr, J. F (1968): Kurikulum adalah semua pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan secara individu ataupun secara kelompok, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Pengertian Kurikulum Menurut Inlow (1966): Kurikulum adalah usaha menyeluruh yang dirancang oleh pihak sekolah untuk membimbing murid memperoleh hasil pembelajaran yang sudah ditentukan.
Pengertian Kurikulum Menurut Neagley dan Evans (1967): kurikulum adalah semua pengalaman yang dirancang dan dikemukakan oleh pihak sekolah.
Pengertian Kurikulum Menurut Beauchamp (1968): Kurikulum adalah dokumen tertulis yang mengandung isi mata pelajaran yang diajar kepada peserta didik melalui berbagai mata pelajaran, pilihan disiplin ilmu, rumusan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Pengertian Kurikulum Menurut Good V. Carter (1973): Kurikulum adalah kumpulan kursus ataupun urutan pelajaran yang sistematik.
Pengertian Kurikulum Menurut UU No. 20 Tahun 2003: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
B. Pengertian Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang melakukan penyederhanaan, dan tematik-integratif, menambah jam pelajaran dan bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran dan diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik.

C. Kelebihan dan kekurangan kurikulum 2013.

Kelebihan Kurikulum 2013
1.      Lebih menekankan pada pendidikan karakter. Selain kreatif dan inovatif, pendidikan karakter juga penting yang nantinya terintegrasi menjadi satu. Misalnya, pendidikan budi pekerti luhur dan karakter harus diintegrasikan kesemua program studi.
2.      Asumsi dari kurikulum 2013 adalah tidak ada perbedaan antara anak desa atau kota. Seringkali anak di desa cenderung tidak diberi kesempatan untuk memaksimalkan potensi mereka.
3.      Merangsang pendidikan siswa dari awal, misalnya melalui jenjang pendidikan anak usia dini.
4.      Kesiapan terletak pada guru. Guru juga harus terus dipacu kemampuannya melalui pelatihan-pelatihan dan pendidikan calon guru untuk meningkatkan kecakapan profesionalisme secara terus menerus.

Kelemahan Kurikulum 2013
1.      Pemerintah seolah melihat semua guru dan siswa memiliki kapasitas yang sama dalam kurikulum 2013. Guru juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013.
2.      Tidak ada keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam kurikulum 2013. Keseimbangan sulit dicapai karena kebijakan ujian nasional (UN) masih diberlakukan.
3.      Pengintegrasian mata pelajaran IPA dan IPS dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk jenjang pendidikan dasar tidak tepat, karena rumpun ilmu pelajaran-pelajaran tersebut berbeda.
Mengenal Pelaksanaan Kurikulum 2013
Hal mendasar dari kurikulum 2013, menurut Mulyoto adalah masalah pendekatan pembelajarannya. Selama ini, pendekatan yang digunakan adalah materi. Jadi materi di berikan pada anak didik sebanyak-banyaknya sehingga mereka menguasai materi itu secara maksimal. Bahkan demi penguasaan materi itu, drilling sudah diberikan sejak awal, jauh sebelum siswa menghadapi ujian nasional. Dalam pembelajaran seperti ini, tujuan pembelajaran tujuan pembelajaran yang dicapai lebih kepada aspek kgnitif dengan menafikan aspek psikomotrik dan afektif.
Ketiga aspek tersebut sebenarnya sudahmendapat penekanan pada kurikulum kita selama ini. Pada saat pemberlakuan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2003, aspek kognitif, psikomotorik dan afektif (yang dikenal dengan taksonomi Bloom tentang tujuan pendidikan), telah juga menjadi kompetensi integral yang harus dicapai. Lalu pada saat pemberlakuan Kurikulum 2006, melalui pendidikan karakter, aspek afektif  yang seolah dilupakan para praktisi pendidikan, digaungkan.
Tapi dalam dataran praksis, hanya aspek kognitif yang dikejar. Penyebabnya adalah kurikulum tidak dikawal dengan kebijakan yang sinergis, tetapi malah dijegal dengan kebijakan ujian nasional.
Soal-soal ujian nasional hanya menguji pencapaian aspek kognitif. Pencapaian aspek psikomotorik dan afektif tidak bisa diukur dengan menggunakan tes ini. Padahal tes ini adalah penentu kelulusan. Maka pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berbasis materi tanpa memedulikan penanaman keterampilan dan sikap.
Pada kenyataannya, sejak awal siswa-siswa telah dibiasakan menghadapi soal-soal model ujian nasional. Pembelajaran mengacu pada kompetensi dasar yang yang nanti akan diujikan dalam ujian nasional. Bahkan ada pula guru yang menggunakan soal-soal ujian nasional yang telah diujikan pada tahun sebelumnya sebagai acuan dalam pembelajaran. Menjelang menghadapi ujian nasional, guru memberikan pembelajaran ujian nasional pada siswanya. Apapun yang tidak ada kaitannya dengan ujian nasional ditiadakan.
Berdasarkaan pengalaman selama ini, hal tersebut harus didukung dengan kebijakan yang konsisten, yaitu sistem avaluasi yang mengukur pencapaian kemampuan kognitif, psikomotorik dan afektif secara berimbang. Tidak bisa dipungkiri bahwa ujian nasional harus dihapuskan, sehingga penentu kelulusan nantinya adalah transkrip nilai yang diperoleh dari nilai rapor tiap semester. Karena nilai-nilai rapor sebagai hasil evaluasi pembelajaran mengandung ketiga aspek secara menyeluruh, maka pembelajaran juga akan diberikan seccara benyeluruh dalam ketiga aspek itu.
Dengan dihapusnya ujian nasional, wewenang mengadakan evaluasi kembali kepada guru sehingga lengkaplah kewenangan guru; menyusun rencana pembelajaran, melaksanakn kegiatan pembelajaran dan melaksanakan kegiatan evaluasi. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. [1]
Karakteristik Kurikulum 2013
Dalam kurikulum 2013 memiliki karakteristik diantaranya:
1.      Isi atau konten kurikulum yaitu kompetensi dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) satuan pendidikan dan kelas, dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran.
2.      Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (kognitif dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
3.      Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu tema untuk SD/MI, dan untuk mata pelajaran di kelas tertentu untuk SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK.
4.      Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dijenjang pendidikan menengah diutamakan pada ranah sikap sedangkan pada jenjang pendidikan menengah berimbang antara sikap dan kemampuan intelektual (kemampuan kognitif tinggi).
5.      Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris (organizing elements) Kompetensi Dasar yaitu semua KD dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi dalam Kompetensi Inti.
6.      Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal) diikat oleh kompetensi inti.
7.      Silabus dikembangkan sebagai rancangan belajar untuk satu tema (SD). Dalam silabus tercantum seluruh KD untuk tema atau mata pelajaran di kelas tersebut.
8.      Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dikembangkan dari setiap KD yang untuk mata pelajaran dan kelas tersebut.
D.    Proses Pembelajaran Kurikulum 2013
Proses pembelajaran Kurikulum 2013 terdiri atas pembelajaran intra-kurikuler dan pembelajaran ekstra-kurikuler.
1.      Pembelajaran intra kurikuler adalah proses pembelajaran yang berkenaan dengan mata pelajaran dalam struktur kurikulum dan dilakukan di kelas, sekolah, dan masyarakat.
Pembelajaran didasarkan pada prinsip berikut :
a.       Proses pembelajaran intra-kurikuler Proses pembelajaran di SD/MI berdasarkan tema sedangkan di SMP/MTS, SMA/MA, dan SMK/MAK berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dikembangkan guru.
b.      Proses pembelajaran didasarkan atas prinsip pembelajaran siswa aktif untuk menguasai Kompetensi Dasar dan Kompetensi Inti pada tingkat yang memuaskan (excepted).
2.      Pembelajaran ekstra-kurikuler
Pembelajaran ekstra-kurikuler adalah kegiatan yang dilakukan untuk aktivitas yang dirancang sebagai kegiatan di luar kegiatan pembelajaran terjadwal secara rutin setiap minggu. Kegiatan ekstra-kurikuler terdiri atas kegiatan wajib dan pilihan. Pramuka adalah kegiatan ekstra-kurikuler wajib.
Kegiatan ekstra-kurikuler adalah bagian yang tak terpisahkan dalam kurikulum.Kegiatan ekstra-kurikulum berfungsi untuk:
a.    Mengembangkan minat peserta didik terhadap kegiatan tertentu yang tidak dapat dilaksanakan melalui pembelajaran kelas biasa,
b.    Mengembangkan kemampuan yang terutama berfokus pada kepemimpinan, hubungan sosial dan kemanusiaan, serta berbagai ketrampilan hidup.
Kegiatan ekstra-kurikuler dilakukan di lingkungan:
a.    Sekolah
b.    Masyarakat
c.    Alam
Kegiatan ekstra-kurikuler wajib dinilai yang hasilnya digunakan sebagai unsur pendukung kegiatan intra-kurikuler.
Konsep Dasar Pembelajaran dalam Kurikulum 2013
Menurut Sudjana , pembelajaran merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Menurut Gulo pembelajaran adalah untuk menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar. Menurut Nasution, pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik, sehingga terjadi proses belajar. Yang dimaksud lingkungan disini adalah ruang belajar, guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium dan sebagainya yang relefan dengan kegiatan belajar siswa.[4]  
Biggs membagi konsep pembelajaran dalam tiga pengertian, yaitu:
1.                    Pengertian kuantitatif
Penularan pengetahuan dari guru kepada siswa. Guru dituntut untuk menguasai ilmu yang disampaikan kepada siswa, sehingga memberikan hasil optimal.
2.                    Pengertian institusional
Penataan segala kemampuan mengajar sehingga berjalan efisien. Guru harus selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar.

3.                    Pengertian kualitatif
Upaya guru untuk memudahkan belajar siswa. Peran guru tidak hanya menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga melibatkan siswa dalam aktivitas belajar yang efektif dan efisien. Kesimpulannya pembelajran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sitem lingkunagn dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil yang optimal.[5]
Metode Pembelajaran dalam Kurikulum 2013
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan dalam proses pembelajaran sehingga diperoleh hasil yang optimal. Adapun berbagai metode pembelajaran yang dapat digunakan pendidik dalam kegiatan pembelajaran, antara lain:
1.             Metode ceramah
Penyampaian materi dari guru kepada siswa melalui bahasa lisan baik verbal maupun nonverbal.
2.               Metode latihan
Penyampaian materi melalui upaya penanaman kebiasaan-kebiasaan tertentu sehingga diharapkan siswa dapat menyerap materi secara optimal.
3.                Metode tanya jawab
Penyajian materi pelajaran melalui bentuk pertanyaan yang harus dijwab oleh anak didik. Bertujuan memotivasi anak mengajukan pertanyaan selama proses pembelajaran atau guru mengajukan pertanyaan dan anak didik menjawab.
4.                Metode karya wisata
Metode penyampaian materi dengan cara membawa langsung anak didik ke objek diluar kelas atau di lingkungan kehidupan nyata agar siswa dapat mengamati atau mengalami secara langsung.
5.                Metode demonstrasi
Metode pembelajaran dengan cara memperlihatkan suatu proses atau suatu benda yang berkaitan dengan bahan pembelajaran.
6.                Metode sosiodrama
Metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan kegiatan memainkan peran tertentu yang terdapat dalam kehidupan sosial.
7.                Metode bermain peran
Pembelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan anak didik dengan cara anak didik memerankan suatu tokoh, baik tokoh hidup maupun mati. Metode ini mengembangkan penghayatan, tanggungjawab, dan terampil dalam memaknai materi yang dipelajari.
8.                Metode diskusi
Metode pembelajaran melalui pemberian masalah kepada siswa dan siswa diminta untuk memecahkan masalah secara kelompok.
9.                Metode pemberian tugas dan resitasi
Merupakan metode pembelajaran melalui pemberian tugas kepada siswa. Resitasi merupakan metode pembelajaran berupa tugas pada siswa untuk melaporkan pelaksanaan tugas yang telah diberikan guru.
10.    Metode eksperimen
Pemberian kepada siswa untuk pencobaan.

11.    Metode proyek
Membahas materi pembelajaran ditinjau dari sudut pandang lain.[6]
Adapun prinsip dalam pemilihan dalam metode pembelajaran adalah disesuaikan dengan tujuan, tidak terikat pada suatu alternatif, penggunaannya bersifat kombinasi. Faktor yang menentukan dipilihnya suatu metode dalam pembelajaran antara lain:
1
Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013
Model pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan sabagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.[8]
Model pembelajaran memiliki empat ciri khusu yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut adalah :
1.    Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta tau pengembangnya.
2.    Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tuuan pembelajran yang akan dicapai).
3.    Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.
4.    Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Suatu model pembelajaran dikatakan baik jika memenuhi kruteria sebagi berikut :
1.      Sahih (valid). Aspek validitas dikaitkan dengan dua hal :
a.       Apakah model yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritik yang kuat ?
b.      Apakah terdapat konsistensi internal ?

2.      Praktis. Aspek kepraktisannya dapat dipenuhi jika :
a.       Para ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang dikembangkan dapat terapkan.
b.      Kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat diterapkan.
3.      Efektif. Parameter :
a.       Ahli dan praktisi menyatakan bahwa model tersebut efektif.
b.       Secara operasional, model tersebut memberikan hasil sesuai dengan harapan.
Arends menyeleksi enam model pengajaran yang sering dan praktis digunakan guru dalam mengajar, yaitu presensi, pengajaran langsung, pengajaran konsep, pembelajaran kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah dan diskusi kelas. Dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu harus dipilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.[9]
Struktur Umum Kurikulum 2013
Struktur kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, beban belajar, dan kalender pendidikan. Mata pelajaran terdiri atas:
      Mata pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan pendidikan pada setiap satuan atau jenjang pendidikan
      Mata  pelajaran pilihan yang diikuti oleh peserta didik sesuai dengan pilihan mereka.
Kedua kelompok mata pelajaran tersebut (wajib dan pilihan) terutama dikembangkan dalam struktur kurikulum pendidikan menengah (SMA dan SMK) sementara itu mengingat usia dan perkembangan psikologis peserta didik usia 7 – 15 tahun maka mata pelajaran pilihan belum diberikan untuk peserta didik SD dan SMP.
1.    Struktur Kurikulum SD
Beban belajar dinyatakan dalam jam belajar setiap minggu untuk masa belajar selama satu semester. Beban belajar di SD Tahun I, II, dan III masing-masing 30, 32, 34 sedangkan untuk Tahun IV, V, dan VI masing-masing 36 jam setiap minggu. Jam belajar SD adalah 40 menit.
Struktur Kurikulum SD adalah sebagai berikut:
MATA  PELAJARAN
ALOKASI WAKTU BELAJAR PER MINGGU
I
II
III
IV
V
VI
Kelompok A
1.
Pendidikan Agama
4
4
4
4
4
4
2.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
5
6
6
6
6
6
3.
Bahasa Indonesia
8
8
10
10
10
10
4.
Matematika
5
6
6
6
6
6
Kelompok B
1.
Seni Budaya dan Keterampilan
(termasuk muatan lokal)
4
4
4
6
6
6
2.
Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
(termasuk muatan lokal)
4
4
4
4
4
4
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu
30
32
34
36
36
36



= Pembelajaran  Tematik Terintegrasi
    
Kelompok A adalah mata pelajaran yang memberikan orientasi kompetensi lebih kepada aspek intelektual dan afektif sedangkan kelompok B adalah mata pelajaran yang lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotor.
Integrasi konten IPA dan IPS adalah berdasarkan makna mata pelajaran sebagai organisasi konten dan bukan sebagai sumber dari konten. Konten IPA dan IPS diintegrasikan ke dalam mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia dan Matematika yang harus ada berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
2.      Struktur Kurikulum SMP
Beban belajar di SMP untuk Tahun VII, VIII, dan IX masing-masing 38 jam per minggu. Jam belajar SMP adalah 40 menit.
Strruktur Kurikulum SMP adalah sebagai berikut:
MATA PELAJARAN
ALOKASI WAKTU BELAJAR PER MINGGU
VII
VIII
IX
Kelompok A
1.
Pendidikan Agama
3
3
3
2.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
3
3
3
3.
Bahasa Indonesia
6
6
6
4.
Matematika
5
5
5
5.
Ilmu Pengetahuan Alam
5
5
5
6.
Ilmu Pengetahuan Sosial
4
4
4
7.
Bahasa Inggris
4
4
4
Kelompok B
1.
Seni Budaya (termasuk muatan lokal)
3
3
3
2.
Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan
(termasuk muatan lokal)
3
3
3
3.
Prakarya
(termasuk muatan lokal)
2
2
2
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu
38
38
38
Kelompok A adal
3.      Struktur Kurikulum SMA
Untuk menerapkan konsep kesamaan antara SMA dan SMK maka dikembangkan kurikulum Pendidikan Menengah yang terdiri atas Kelompok mata pelajaran Wajib dan Mata pelajaran Pilihan. Mata pelajaran wajib sebanyak 9 (Sembilan) mata pelajaran dengan beban belajar 18 jam per minggu. Konten kurikulum (Kompetensi Inti/KI dan KD) dan kemasan konten serta label konten (mata pelajaran) untuk mata pelajaran wajib bagi SMA dan SMK adalah sama.
Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah kelompok mata pelajaran wajib sebagai berikut.

MATA PELAJARAN
ALOKASI WAKTU BELAJAR
PER MINGGU
X
XI
XII
Kelompok  Wajib
1.
Pendidikan Agama
3
3
3
2.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
2
2
2
3.
Bahasa Indonesia
4
4
4
4.
Matematika
4
4
4
5.
Sejarah Indonesia
2
2
2
6.
Bahasa Inggris
2
2
2
7.
Seni Budaya
2
2
2
8.
Prakarya
2
2
2
9.
Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan
2
2
2
Jumlah  Jam Pelajaran Kelompok  Wajib per minggu
23
23
23
Kelompok Peminatan
Mata Pelajaran Peminatan Akademik (SMA)
20
20
20
Mata Pelajaran Peminatan Akademik dan Vokasi (SMK)
28
28
28

Kompetensi  Dasar mata pelajaran wajib memberikan kemampuan dasar yang sama bagi tamatan Pendidikan Menengah antara mereka yang belajar di SMA dan SMK.
Struktur Kelompok Peminatan Akademik (SMA) memberikan keleluasaan bagi peserta didik sebagai subjek tetapi juga berdasarkan pandangan bahwa semua disiplin ilmu adalah sama dalam kedudukannya.
MATA PELAJARAN
Kelas
X
XI
XII
Kelompok Wajib
23
23
23
Peminatan Matematika dan Sains
I
1
Matematika
3
4
4
2
Biologi
3
4
4
3
Fisika
3
4
4
4
Kimia
3
4
4
Peminatan Sosial
II
1
Geografi
3
4
4
2
Sejarah
3
4
4
3
Sosiologi dan Antropologi
3
4
4
4
Ekonomi
3
4
4
Peminatan Bahasa
III
1
Bahasa dan Sastra Indonesia
3
4
4
2
Bahasa dan Sastra Inggris
3
4
4
3
Bahasa dan Sastra Asing lainnya
3
4
4
4
Sosiologi dan Antropologi
3
4
4
Mata Pelajaran Pilihan
Pilihan Pendalaman Minat atau Lintas Minat
6
4
4
Jumlah Jam Pelajaran Yang Tersedia
73
75
75
Jumlah Jam Pelajaran Yang harus Ditempuh
41
43
43

Perbedaan Kurikulum 2013 dan KTSP
Kurikulum 2013 sudah diimplementasikan pada tahun pelajaran 2013/2014 pada sekolah-sekolah tertentu (terbatas). Kurikulum 2013 diluncurkan secara resmi pada tanggal 15 Juli 2013. Sesuatu yang baru tentu mempunyai perbedaan dengan yang lama. Begitu pula kurikulum 2013 mempunyai perbedaan dengan KTSP.[10]
Berikut ini Persamaan dan Perbedaan Kurikulum KTSP dengan Kurikulum 2013 di Tingkat SMA/MA:
1.        Perbedaan
No
Kurikulum 2013
KTSP
1
SKL  (Standar Kompetensi Lulusan) ditentukan terlebih dahulu, melalui Permendikbud No 54 Tahun 2013. Setelah itu baru ditentukan Standar Isi, yang bebentuk Kerangka Dasar Kurikulum, yang dituangkan dalam Permendikbud No 67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013
Standar Isi ditentukan terlebih dahulu melaui Permendiknas No 22 Tahun 2006. Setelah itu ditentukan SKL (Standar Kompetensi Lulusan) melalui Permendiknas No 23 Tahun 2006
2
Aspek kompetensi lulusan ada keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
Lebih menekankan pada aspek pengetahuan
3
di jenjang SD Tematik Terpadu untuk kelas I-VI
di jenjang SD Tematik Terpadu untuk kelas I-III
4
Jumlah jam pelajaran per minggu lebih banyak dan jumlah mata pelajaran lebih sedikit dibanding KTSP
Jumlah jam pelajaran lebih sedikit dan jumlah mata pelajaran lebih banyak dibanding Kurikulum 2013
5
Proses pembelajaran setiap tema di jenjang SD dan semua mata pelajaran di jenjang SMP/SMA/SMK dilakukan dengan pendekatan ilmiah (saintific approach), yaitu standar proses dalam pembelajaran terdiri dari Mengamati, Menanya, Mengolah, Menyajikan, Menyimpulkan, dan Mencipta.
Standar proses dalam pembelajaran terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi
6
TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) bukan sebagai mata pelajaran, melainkan sebagai media pembelajaran
TIK sebagai mata pelajaran.
7
Standar penilaian menggunakan penilaian otentik, yaitu mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil.
Penilaiannya lebih dominan pada aspek pengetahuan
8
Pramuka menjadi ekstrakuler wajib
Pramuka bukan ekstrakurikuler wajib
9
Pemintan (Penjurusan) mulai kelas X untuk jenjang SMA/MA
Penjurusan mulai kelas XI
10
BK lebih menekankan mengembangkan potensi siswa
BK lebih pada menyelesaikan masalah siswa

Itulah beberpa perbedaan Kurikulum 2013 dan KTSP. Walaupun kelihatannya terdapat perbedaan yang sangat jauh antara Kurikulum 2013 dan KTSP, namun sebenarnya terdapat kesamaan ESENSI Kurikulum 2013 dan KTSP. Misal pendekatan ilmiah (Saintific Approach) yang pada hakekatnya adalah pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa mencari pengetahuan bukan menerima pengetahuan. Pendekatan ini mempunyai esensi yang sama dengan Pendekatan Keterampilan Proses (PKP).  Masalah pendekatan sebenarnya bukan masalah kurikulum, tetapi masalah implementasi yang tidak jalan di kelas. Bisa jadi pendekatan ilmiah yang diperkenalkan di Kurikulum 2013 akan bernasib sama dengan pendekatan-pendekatan kurikulum terdahulu bila guru tidak paham dan tidak bisa menerapkannya dalam pembelajaran di kelas.
2.   Persamaan
a)    Kurikulum 2006 (KTSP) dan Kurikulum 2013 sama-sama menampilkan teks sebagai butir-butir KD.
b)   Untuk struktur kurikulumnya baik pada KTSP atau pada 2013 sama-sama dibuat atau dirancang oleh pemerintah tepatnya oleh Depdiknas.
c)    Beberapa mata pelajaran masih ada yang sama seperti KTSP. 
d)   Terdapat kesamaan esensi kurikulum, misalnya pada pendekatan ilmiah yang pada hakekatnya berpusat pada siswa. Dimana siswa yang mencari pengetahuan bukan menerima pengetahuan.
Karakteristik Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut:
1.    Mengembangkan keseimbangan anatara pengembangan sikap spiritual dan social, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik.
2.    Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari disekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagi sumber belajar.
3.    Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi disekolah dan masyarakat.
4.    Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
5.    Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar pelajaran.
6.    Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyakan dalam kompetensi inti.
7.    Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertical).
D.Tujuan Kurikulm 2013
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga Negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Istilah penilaian sebagai terjemahan dari “Evaluation” jika dalam kepustakaan lain digunakan istilah assesmen, appraisal, sebagai panduan akan digunakan sebuah definisi Evaluasi sebagai berikut : yang berasall dari B. Bloom dalam bukunya :
Handbook or Formative and Summative Evaluation of Student Learning
Evaluation, as we see it, is the systimatic collection of evidence to determine
whither infact certain changes are taking place in the learns as well as to
determine the a mount or degree of change in individual students”.
Dari definisi di atas yang perlu diperhatikan, bahwa dalam melakukan penilaian Anda harus yakin bahwa pendidikan dapat membawa perubahan pada diri anak didik karena ada dua hal yang harus dilakukan yaitu : mengumpulkan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian dijadikan dasar penetapan ada tidaknya perubahan, dan derajat perubahan yang terjadi. Bukti-bukti yang dikumpulkan dapat bersifat kuantitatif, membagi hasil pengukuran berbentuk angka misalnya dari testing, pemberian tugas penampilan (performance), kertas kerja, laporan tugas lapangan dan lain-lain.Bukti dapat pula bersifat kualitatif, tidak berbentuk bilangan, melainkan hanya menunjukkan kualifikasi hasil belajar seperti baik sekali, sedang, rajin, cermat dan lain-lain.
Bukti-bukti kuantitatif maupun kualitatif yang dikumpulkan, seharusnya memenuhi persyaratan tertentu agar dijadikan dasar pengambilan keputusan adanya perubahan perilaku dan derajat perubahannya secara adil dan objektif. Pengambilan keputusan selalu dipengaruhi oleh Value Judgment, karena itu peran bukti-bukti penilaian tersebut tidak bisa diabaikan, demi kepentingan semua
Penilaian adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka, deskripsi  verbal), analisis, interpretasi informasi untuk membuat keputusan.


Istilah autentik merupakan sinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel. Dalam kehidupan akademik keseharian, frasa asesmen autentik dan penilaian autentik sering dipertukarkan. Akan tetapi, frasa pengukuran atau pengujian autentik, tidak lazim digunakan.
Secara konseptual asesmen autentik lebih bermakna secara signifikan dibandingkan dengan tes pilihan ganda terstandar sekali pun. Ketika menerapkan asesmen autentik untuk mengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik, guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, aktivitas mengamati dan mencoba, dan nilai prestasi luar sekolah.
Salah satu implikasi dari diterapkannya standard kompetensi adalah proses penilaian yang dilakukan oleh guru baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan acuan kriteria. Untuk itu, dalam menerapkan standard kompetensi guru harus:
  Mengembangkan matriks kompetensi belajar (learning competency matrix) yang menjamin pengalaman belajar yang terarah.
  Mengembangkan penilaian otentik berkelanjutan (continuous authentic assessment) yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi.
Untuk mendapatkan pemahaman cukup komprehentif mengenai arti asesmen autentik, berikut ini dikemukakan beberapa definisi. Dalam Jhon Mueller(2006) penilaian Autentik merupakan suatu bentuk penilaian yang para siswanya diminta untuk menampilkan tugas. Dalam American Librabry Association asesmen autentik didefinisikan sebagai proses evaluasi untuk mengukur kinerja, prestasi, motivasi, dan sikap-sikap peserta didik pada aktifitas yang relevan dalam pembelajaran. Dalam Newton Public School, asesmen autentik diartikan sebagai penilaian atas produk dan kinerja yang berhubungan dengan pengalaman kehidupan nyata peserta didik. Wiggins mendefinisikan asesmen autentik sebagai upaya pemberian tugas kepada peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam aktifitas-aktifitas pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi dan membahas artikel, memberikan analisa oral terhadap peristiwa, berkolaborasi dengan antarsesama melalui debat, dan sebagainya.
Penilaian autentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai. Berikut adalah prinsip-prinsip umum penilaian otentik.
  Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran, bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not apart from, instruction)
  Penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata (real world problems), bukan masalah dunia sekolah (school work-kind of problems).
  Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar.
  Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif, dan sensori-motorik)
      Pada pelaksanaan penilaian hendaknya tujuan penilaian diarahkan pada empat (4) hal berikut.
  Keeping track, yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan rencana.
  Checking-up, yaitu untuk mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik dalam proses pembelajaran.
  Finding-out, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.
  Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah mencapai.
1.      Penggunaan penilaian autentik memungkinkan dilakukannya pengukuran secara langsung terhadap kinerja pembelajar sebagai indikator capain kompetensi yang dibelajarkan. Penilaian yang hanya mengukur capaian pengetahuan yang telah dikuasai pembelajar hanya bersifat tidak langsung. Tetapi, penilaian autentik menuntut pembelajar untuk berunjuk kerja dalam situasi yang konkret dan sekaligus bermakna yang secara otomatis juga mencerminkan penguasaan dan keterampilan keilmuannnya. Unjuk kerja tersebut bersifat langsung, langsung terkait dengan konteks situasi dunia nyata dan tampilannya juga dapat diamati langsung. Hal itu lebih mencerminkan tingkat capaian pada bidang yang dipelajari. Misalnya, dalam belajar berbicara bahasa target, pembelajar tidak hanya berlatih mengucapkan lafal, memilih kata, dan menyusun kalimat, melainkan juga mempratikkannya dalam situasi konkret dan dengan topic aktual-realistik sehingga menjadi lebih bermakna.
2.      Penilaian autentik memberikan kesempatan pembelajar untuk mengkonstruksikan hasil belajarnya. Penilaian haruslah tidak sekadar meminta pembelajar mengulang apa yang telah dipelajari karena hal demikian hanyalah melatih mereka menghafal dan mengingat saja yang kurang bermakna. Dengan penilaian autentik pembelajar diminta untuk mengkonstruksikan apa yang telah diperoleh ketika mereka dihadapkan pada situasi konkret. Dengan cara ini pembelajar akan menyeleksi dan menyusun jawaban berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan analisis situasi yang dilakukan agar jawabannya relevan dan bermakna.
3.      Penilaian autentik memungkinkan terintegrasikannya kegiatan pengajaran, belajar, dan penilaian menjadi satu paket kegiatan yang terpadu. Dalam pembelajaran tradisional, juga model penilaian tradisional, antara kegiatan pengajaran dan penilaian merupakan sesuatu yang terpisah, atau sengaja dipisahkan. Namun, tidak demikian halnya dengan model penilaian autentik. Ketiga hal tersebut, yaitu aktivitas guru membelajarkan, siswa belajar, dan guru menilai capaian hasil belajar pembelajar, merupakan satu rangkaian yang memang sengaja didesain demikian. Ketika guru membelajarkan suatu topik dan pembelajar aktif mempelajari, penilaiannya bukan semata berupa tagihan terhadap penguasaan topik itu, melainkan pembelajar juga diminta untuk berunjuk kerja mempraktikkannya dalam sebuah situasi konkret yang sengaja diciptakan.
4.      Penilaian autentik memberi kesempatan pembelajar untuk menampilkan hasil belajarnya, unjuk kerjanya, dengan cara yang dianggap paling baik.Singkatnya, model ini memungkinkan pembelajar memilih sendiri cara, bentuk, atau tampilan yang menurutnya paling efektif. Hal itu berbeda dengan penilaian tradisional, misalnya bentuk tes pilihan ganda, yang hanya memberi satu cara untuk menjawab dan tidak menawarkan kemungkinan lain yang dapat dipilih. Jawaban pembelajar dengan model ini memang seragam, dan itu memudahkan kita mengolahnya, tetapi itu menutup kreativitas pembelajar untuk mengkreasikan jawaban atau kinerjanya. Padahal, unsur kreativitas atau kemampuan berkreasi merupakan hal esensial yang harus diusahakan ketercapaiannya dalam tujuan pembelajaran.
·           Memandang penilaian dan pembelajaran secara terpadu
·           Mencerminkan masalh dunia nyata bukan hanya dunia sekolah
·           Menggunakan berbagai cara dan criteria
·           Holistik (kompetensi utuh merefleksikan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan.
Asesmen autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Karena, asesmen semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Asesmen autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih autentik. Karenanya, asesmen autentik sangat relevan dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran, khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.
Kata lain dari asesmen autentik adalah penilaian kinerja, portofolio, dan penilaian proyek. Asesmen autentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode yang sangat populer untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik yang miliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang jenius. Asesmen autentik dapat juga
Asesmen autentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang menggunkan standar tes berbasis norma, pilihan ganda, benar–salah, menjodohkan, atau membuat jawaban singkat. Tentu saja, pola penilaian seperti ini tidak diantikan dalam proses pembelajaran, karena memang lzim digunakan dan memperoleh legitimasi secara akademik. Asesmen autentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama dengan peserta didik. Dalam asesmen autentik, seringkali pelibatan siswa sangat penting. Asumsinya, peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu bagaimana akan dinilai.
Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam rangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran serta mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi. Pada asesmen autentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh dari luar sekolah. 
Asesmen autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi pemahaman tentang kriteria kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta didik bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang harus mereka lakukan.
Asesmen autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta didik, karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang subjek. Asesmen autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan remidial harus dilakukan.
Model penilaian autentik (authentic assessment) dewasa ini banyak dibicarakan di dunia pendidikan karena model ini direkomendasikan, atau bahkan harus ditekankan, penggunaannya dalam kegiatan menilai hasil belajar pebelajar. Salah satu permasalahan yang muncul adalah belum tentu semua guru/dosen memahami konsep dan pelaksanaan penilaian autentik. Jika sebuah konsep belum terpahami, bagaimana mungkin kita mau mempergunakannya untuk keperluan praktis pada kegiatan pembelajaran? Mungkin saja orang menyangka atau mengatakan telah mempergunakan penilaian autentik untuk menilai hasil belajar siswa, tetapi pada kenyataannya tidak demikian.
Penilaian otentik mementingkan penilaian proses dan hasil sekaligus. Dengan demikian, seluruh tampilan siswa dalam rangkaian kegiatan pembelajaran dapat dinilai secara objektif, apa adanya, dan tidak semata-mata hanya berdasarkan hasil akhir (produk) saja. Lagi pula amat banyak kinerja siswa yang ditampilkan selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran sehingga penilaiannya haruslah dilakukan selama dan sejalan dengan berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran. Jika dilihat dari sudut pandang teori Bloom sebuah model yang dijadikan acuan pengembangan penilaian dalam beberapa kurikulum di Indonesia sebelum ini penilaian haruslah mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Hakikat penilaian pendidikan menurut konsep authentic assesmentadalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengindikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, guru segara bisa mengambil tindakan yang tepat. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, asesmen tidak hanya dilakukan di akhir periode (semester) pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti EBTA/Ebtanas/UAN), tetapi juga dilakukan bersama dan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran (Nurhadi, 2004: 168)
Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assesment) bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran (Nurhadi, 2004: 168).
Penilaian autentik mementingkan penilaian proses dan hasil sekaligus. Dengan demikian, seluruh tampilan siswa dalam rangkaian kegiatan pembelajaran dapat dinilai secara objektif, apa adanya, dan tidak semata-mata hanya berdasarkan pada hasil akhir (produk). Lagi pula sangat banyak kinerja siswa yang ditampilkan selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran sehingga penilaiannya haruslah dilakukan selama dan sejalan dengan berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran. Jika dilihat dari sudut pandang teori Bloom, sebuah model yang dijadikan acuan pengembangan penilaian dalam beberapa kurikulum di Indonesia sebelum ini, penilaian haruslah mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Cara penilaian juga bermacam-macam, dapat menggunakan model nontes dan tes sekaligus, serta dapat dilakukan kapan saja bersamaan dengan kegiatan pembelajaran. Namun, semuanya harus tetap terencana secara baik. Misalnya, dengan memberikan tes (ulangan) harian, latihan-latihan di kelas, penugasan, wawancara, pengamatan, angket, catatan lapangan/harian, atau portofolio. Penilaian yang dilakukan lewat berbagai cara atau model, menyangkut berbagai ranah, serta meliputi proses dan produk inilah yang kemudian disebut sebagai penilaian autentik. Autentik dapat berarti dan sekaligus menjamin keobjektifan, sesuatu yang nyata, konkret, benar-benar hasil tampilan siswa, serta akurat dan bermakna.
Penilaian autentik menekankan kemampuan pebelajar untuk mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki secara nyata dan bermakna. Kegiatan penilaian tidak sekadar menanyakan atau menyadap pengetahuan yang telah diketahui pembelajar, tetapi juga kinerja secara nyata dari pengetahuan yang telah dikuasai. Sebagaimana dinyatakan Mueller (2008) penilaian autentik merupakan a form of assessment in which students are asked to perform real-world tasks that demonstrate meaningful application of essential knowledge and skills. Jadi, penilaian autentik merupakan suatu bentuk tugas yang menghendaki pebelajar untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata. secara bermakna yang merupakan penerapan esensi pengetahuan dan keterampilan. Menurut Stiggins (dalam Mueller, 2008), penilaian autentik merupakan penilaian kinerja (perfomansi) yang meminta pebelajar untuk mendemonstrasikan keterampilan dan kompetensi tertentu yang merupakan penerapan pengetahuan yang dikuasainya




BAB III
KESIMPULAN

Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya, setiap kurikulum pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. oleh karena kita harus tetap mendukung upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia demi menciptakan peserta didik yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia dan sesuai dengan pancasila demi memenuhi perkembagan zaman.   
Hakikat penilaian autentik yaitu Penilaian otentik mementingkan penilaian proses dan hasil sekaligus. Dengan demikian, seluruh tampilan siswa dalam rangkaian kegiatan pembelajaran dapat dinilai secara objektif, apa adanya, dan tidak semata-mata hanya berdasarkan hasil akhir (produk) saja. Lagi pula amat banyak kinerja siswa yang ditampilkan selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran sehingga penilaiannya haruslah dilakukan selama dan sejalan dengan berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran. Jika dilihat dari sudut pandang teori Bloom sebuah model yang dijadikan acuan pengembangan penilaian dalam beberapa kurikulum di Indonesia sebelum ini penilaian haruslah mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik















DAFTAR PUSTAKA

Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktik. Yogyakarta: Arruz Media. 2011
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.1997
Hermawan, A.Heris. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Departemen Agama RI, 2009.
Solo Pos, Kurikulum 2013, Guru Kesulitan
Suhartono Suparlan. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar Ruz Media, 2008.
Ali Muhammad. Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru, 1992.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islami Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan
Manusia. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006.
Suja’i, dkk, Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Tahun 2013. Semarang: FITK
IAIN Walisongo, 2013.
ktsp-pdf-d339796568
http://malikabdulkarim.blogspot.com/2011/05/sejarah-perkembangan-kurikulum.html