Pengaruh Penambahan Carbon Terhadap
Kualitas Hasil Coran Aluminium
PROPOSAL SKRIPSI
Proposal Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Teknik Mesin
oleh
Rozaq
Mustofa Lutfi
5201413042
JURUSAN TEKNIK
MESIN
FAKULTAS
TEKNIK
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2015
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui hasil kekuatan bahan pada pecimen
uji yang dilakukan penambahan carbon dengan perbandingan tertentu. Bahan yang
digunakan adalah aluminium yang mana mempunyai sifat tingkat kekerasan bahan
masih sangat rendah. carbon yang di gunakan adalah carbon arang hitam. Metode
yang di gunakan adalah kuantitatif. Akan di hitung dengan presentase
perbandingan penambahan carbon dan hasil uji kekuatan bahan, baik uji tarik,
uji kekerasan bahan dan uji impack dari bahan aluminium tersebut.setelah data
telah muncul kemudian akan di analisa dengan perhitungan untuk menentukan
presentase kekerasan carbon terbaik
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN
JUDUL.....................................................................................
i
ABSTRAK..................................................................................................... ii
DAFTAR
ISI.................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah...................................................................... 2
C. Pembatasan Masalah...................................................................... 3
D. Rumusan Masalah.......................................................................... 3
E. Tujuan Penelitian........................................................................... 3
F.
Manfaat
Penelitian......................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
A.
Landasan
Teori.............................................................................. 5
1.
Pengecoran ............................................................................ 5
2.
Aluminium.............................................................................. 14
3.
Uji Kekerasan......................................................................... 18
B.
Kajian
Penelitian yang Relevan..................................................... 23
C.
Kerangka
Pikir Penelitian.............................................................. 23
D.
Hipotesis
Penelitian....................................................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Waktu
dan Tempat Pelaksanaan.................................................... 25
1.
Waktu
Penelitian.................................................................... 25
2.
Tempat
Pelaksanaan............................................................... 25
B.
Desain
Penelitian........................................................................... 25
C.
Alat
dan Bahan Penelitian............................................................. 26
1.
Alat
Penelitian........................................................................ 26
2.
Bahan
Penelitian..................................................................... 27
D.
Parameter
Penelitian..................................................................... 27
1.
Variabel
Independen.............................................................. 27
2.
Variabel
Dependen................................................................. 27
3.
Variabel
Kontrol..................................................................... 27
E.
Teknik
Pengumpulan Data........................................................... 27
1.
Diagram
Alir Pelaksanaan Penelitian..................................... 27
2.
Proses
Penelitian..................................................................... 27
3.
Data
Penelitian....................................................................... 29
F.
Teknik
Analisis Data.................................................................... 29
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pengecoran merupakan salah satu cara
pembentukan logam banyak digunakan orang. Kebutuhan akan teknik pengecoran ini
meningkat seiring dengan banyak permintaan logam yang dibutuhkan masyarakat. Pembangunan di bidang industri misalnya, dalam
memenuhi kebutuhan akan mesin-mesin produksi yang sebagian besar terbuat dari
logam semakin hari semakin bertambah.
Aluminium dan paduannya merupakan logam non ferrous
yang cukup luas penggunaanya, mulai dari kebutuhan rumah tangga, otomotif
sampai ke pesawat terbang. Hal ini disebabkan karena logam ini mempunyai
beberapa kelebihan, seperti : ratio terhadap beban yang tinggi ( high
strength to weight ratio), ringan (light), tahan terhadap korosi
dari berbagai macam bahan kimia (resistence to coorosion by many chemicals),
konduktifitas panas dan listrik tinggi ( high thermal and electrical
conductivity), tidak beracun ( non- toxicity), memantulkan cahaya (reflectivity),
mudah dibentuk dan dimachining ( esay of formability and machinability) dan
tidak bersifat magnet ( no magnetic).
Sifat mekanik suatu paduan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti : komposisi kimia, perlakuan panas (heat treatment),
proses pengecoran dan proses pengerjaan. Jadi dengan merubah komposisi kimia
sampai batas tertentu, maka sifat mekanik akan berubah sesuai dengan yang
diinginkan.
Salah satu sifat mekanik adalah kekerasan, tingkat
kekerasan aluminium di cari dengan perlakuan khusus saat proses pengecoran.
Disini ada penambahan carbon saat proses pengecoran aluminium yang mana untuk
mengetahui sifat mekanik dari aluminium itu sendiri.
B.
Identifikasi Masalah
Sifat karakteristik hasil pengecoran Aluminium
di pengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah penamahan bahan tambah, yang
mana bisa merubah sifat karakteristik hasil pengecoran aluminium. Salah satu sifatnya adalah kekerasan
aluminium, yang mana sangat berpengaruh saat ada penambahan bahan tambah dan
perlakuan khusus terhadap proses pengecoran aluminium.
Kekerasan pada aluminium di ketaui untuk
penggunaan hasil pengecoran aluminium tertentu yang sesuai dengan kegunaannya.
Sebagai contoh diperlukan aluminium yang keras ulet tetapi tidak getas maka
dari itu di perlukan tingkat kekerasan yang tepat untuk membuat paduan
aluminium tersebut. Adapun sifat mekanik yang akan dilakukan pengujian dalam penelitian ini
adalah uji
kekarasan benda hasil coran.
Dalam penelitian ini penulis melakukan
penelitian berupa penambahan carbon dengan presentase tertentu untuk mengetahui
sifat mekanik dari hasil pengecoran lebih spesifiknya adalah kekerasan benda.
C.
Pembatasan Masalah
Adanya beberapa faktor yang
mempengaruhi aluminium yang dihasilkan dengan penamahan carbon saat proses pengecoran, maka dalam penelitian ini
akan dibatasi tentang variasi penambahan
presentase carbon saat penamahan. Adapun batasan penelitian adalah sebagai berikut :
1.
Massa
ccarbon
adalah 1 %, 2% dan 3 % dari
aluminium yang di lebur.
2.
Massa
aluminium yang dihitung dalam proses pengukuran saat uji kekerasan adalah 50gr .
3.
Pengujian karakteristik pada uji kekeradan brinel.
4.
Jenis
aluminium
yang digunakan adalah sisa-sisa aluminium (scrap)
5.
Dapur yang
digunakan adalah dapur yang ada di workshop pengecoran Teknik Mesin FT UNNES.
6.
Suhu
yang
di butuhkan saat penambahan adalah suhu maksimum meleburnya aluminium yaitu:
6600C.
7.
Pengecoran menggunakan cetakan tetap
yang di buat dari besi st 30
D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini
adalah :
1.
Seberapa besar pengaruh penambahan carbon
dalam aluminium saat pengecoran logam terhadap hasil kualitas coran logam?
2.
Bagaimanakah
karakteristik aluminium yang yang mencakup sifat mekanik yaitu
kekerasan?
E.
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1.
Mengetahui
pengaruh penambahan carbon dalam aluminium saat pengecoran
logam terhadap hasil kualitas coran logam
2.
Mengetahui
karakteristik aluminium yang yang mencakup sifat mekanik yaitu
kekerasan.
F. Manfaat
Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini
adalah:
1.
Setelah
mengetahui pengaruh penambahan carbon dalam aluminium saat
pengecoran logam terhadap hasil kualitas coran logam, diharapkan mampu memberikan pemilihan presentase
carbon yang efektif sesuai dengan hasil yang diinginkan.
2.
Setelah
mengetahui
karakteristik
aluminium yang yang mencakup sifat
mekanik seperti kekerasan, diharapkan mampu memberikan pengetahuan terhadap
dunia keteknikan dengan presentase penambahan carbon seperti itu mampu di
gunakan untuk keperluan tertentu.
BAB
II
LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
A.
Landasan
Teori
1.
Pengecoran
Awal penggunaan logam oleh orang
ialah ketika orang membuat perhiasan dari emas atau perak tempaan, dan kemudian
membuat senjata atau mata bajak dengan menempa baja,. Hal itu dimungkinkan
karena logam-logam ini terdapat di alam dalam keadaan murni, sehingga dengan
mudah orang dapat menempanya. Kemudian secara kebetulan orang menemukan tembaga
mencair, selanjutnya mengetahui cara untuk menuangkan logam cair ke dalam
cetakan. Dengan demikian untuk pertama kalinya orang dapat membuat coran yang berbentuk
rumit, seperti perabot rumah tangga atau perhiasan.
Produk yang dihasilkan pada waktu
itu adalah meriam, peluru meriam, tungku, pipa, dan lain-lain. Cara pengecoran
pada zaman itu adalah menuangkan secara langsung logam cair yang didapat dari
bijih besi ke dalam cetakan. Jadi tidak dengan jalan mencairkan kembali besi
kasar seperti yang kita lakukan sekarang ini. Kokas ditemukan di Inggris pada
abad 18, yang kemudian di Perancis diusahakan agar kokas tersebut dapat dipakai
untuk mencairkan kembali besi kasar dalam tanur kecil dalam usaha membuat
coran. Kemudian tanur yang serupa dengan tanur kupola yang ada sekarang, di
buat Inggris, dengan cara mencairkan besi kasar yang dilakukan kira-kira sama
dengan cara yang dilakukan orang sekarang.
A.1Pengertian Pengecoran
Pengecoran adalah sebagian dari
proses pembentukan logam melalui fasa cair dengan menggunkaan cetakan (mould),
adapun proses pengecoran meliputi pembuatan cetakan, proses peleburan logam,
penuangan logam cair kedalam cetakan, dan pembersihan coran serta daur ulang
pasir cetak.
Produk dari pengecoran biasa disebut
dengan coran atau benda cor. Pengecoran juga dapat diistilahkan denagan
foundry, namun kata foundry mempunyai artian yang lebih luas, yaitu segala
macam yang berhubungan dengan pengecoran. Menurut definisinya pengecoran adalah
menuangkan cairan logam kedalam suatu cetakan yang berongga kemudian dibiarkan
dingin dan membeku mengikuti bentuk cetakan.
B.1
Membuat
Coran
Pada saat membuat coran harus
dilakukan proses-proses seperti : pencairan logam, membuat cetakan, menuang,
membongkar dan membersihkan coran.Untuk mencairkan logam bermacam-macam tanur
dipakai, umumnya kupola atau tanur induksi frekuensi rendah dipergunakan untuk
besi cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekuensi tinggi dipergunakan
untuk baja cor dan tanur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan,
karena tanur-tanur ini dapat memberikan logam cair yang baik dan sangat
ekonomis untuk logam-logam tersebut.
Di bawah ini akan dijelaskan macam-macam dari pengecoran, yaitu sebagai berikut :
1.
Pengecoran
cetak adalah satu cara pengecoran dimana logam cair ditekan ke dalam cetakan
logam dengan tekanan tinggi, coran tipis dapat dibuat dengan cara ini.
2. Pengecoran tekanan rendah adalah
satu cara pengecoran dimana diberikan tekanan yang sedikit lebih tinggi dari
tekanan atmosfir pada permukaan logam dalam tanur, tekanan ini mengakibatkan
mengalirnya logam cair ke atas melalui pipa ke dalam cetakan.
3. Pengecoran sentrifugal adalah suatu
cara pengecoran dimana cetakan diputar dan logam cair dituangkan ke dalamnya,
sehingga logam cair tertekan oleh gaya sentrifugal dan kemudian membeku. Coran
berbentuk pipa dapat dibuat dengan jalan tersebut.
Pada saat setelah penuangan, coran dikeluarkan dari cetakan dan dibersihkan, bagian-bagian yang tidak perlu dibuang dari coran. Kemudian coran diselesaikan dan dibersihkan dengan disemprot mimis atau semacamnya agar memberikan rupa dan kerusakan, dan akhirnya dilakukan pemeriksaan dimensi.
Pada saat setelah penuangan, coran dikeluarkan dari cetakan dan dibersihkan, bagian-bagian yang tidak perlu dibuang dari coran. Kemudian coran diselesaikan dan dibersihkan dengan disemprot mimis atau semacamnya agar memberikan rupa dan kerusakan, dan akhirnya dilakukan pemeriksaan dimensi.
Oleh karena itu untuk membuat coran
yang baik, perencana dan pembuat coran perlu mengerti mengenai pengecoran.
Bahan-bahan untuk pengecoran yang biasa digunakan yaitu coran besi cor, coran
baja, coran paduan tembaga, coran logam ringan, dan coran paduan lain.
C.1
Pola
Hal pertama yang harus dilakukan
pada pembuatan pola adalah mendeskripsikan gambar perencanaan produk menjadi
gambar untuk pengecoran, sehingga pola dapat memenuhi beberapa
ketentuan-ketentuan, antara lain:
1.
Pola
harus mudah dikeluarkan
2.
Penempatan
Inti harus mudah
3.
Sistim
saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan aliran logam cair yang
optimum
4.
Kemiringan
Pola Setiap pola yang akan dibuat harus memiliki kemiringan tertentu yang
bertujuan untuk memudahkan pencabutan pola dari cetakannya sehingga tidak
mengalami kerusakan. Kemiringan setiap pola tergantung pada tinggi rendahnya
ukuran pola tersebut, yaitu:
a)
Apabila
ukuran dari suatu pola tinggi maka kemiringannya kecil.
b)
Apabila
ukuran dari suatu pola rendah maka kemiringannya besar.
Jenis
Pola
Pola
mempunyai berbagai macam bentuk antara lain adalah :
1.
Pola
pejal
Pola
pejal adalah pola yang biasa dipakai yang bentuknya hampir serupa dengan bentuk
coran.
2.
Pola
Pelat Pasangan
Pola
ini merupakan pelat dimana pada kedua belahnya ditempelkan pola demikian juga
saluran turun, saluran masuk, dan penambah. Pla ini cocok sekali untuk masa
produksi dari coran kecil. Pola biasanya dibuat dari logam atau plastik
3.
Pola
Pelat Kup dan Drag
Dalam
hal ini pola kayu, logam atau plastik dilekatkan pada dua pelat demikian juga
saluran turun pengalir, saluran masuk, dan penambah. Pelat tersebut adalah
pelat kup dan pelat drag. Kedua pelat dijamin oleh pena-pena agar bagian atas
dan bawah dari coran menjadi cocok. Pola semacam ini dipakai untuk meningkatkan
produksi.
4.
Pola
Cetakan Sapuan
Dalam
hal ini bentuk dari coran silinder atau bentuk benda putar. Alat ini dibuat
dari pelat dengan sebuah penggeret dan pemutar pada tengahnya. Pembuatan
cetakan dilakukan dengan memutar penggeret disekeliling pemutar.
5.
Pola
Penggeret dan Penuntun
Ini
dipergunakan untuk pipa lurus atau pipa lengkung yang penampangnya tidak
berubah. Penuntun dibuat dari kayu, dan pembuatan cetakan dilakukan dengan
menggerakkan penggeret sepanjang penuntun. Harga pola ini tidak mahal, tetapi
pembuatan cetakannya membutuhkan waktu dua atau tiga kali waktu yang
diperlukanuntuk pembuatan cetakan biasa dengan pola tunggal.
6.
Pola
Penggeret Berputar dengan Rangka Cetak
Ini
suatu kasus dimana bagian pola dapat diputar secara konsentris. Kedua ujung
dari penggeret mempunyai poros. Pembuatan cetakan dilakukan dengan mengayunkan
penggeret sekeliling porosnya.
Bahan Pola
Adapun syarat-syarat kayu yang dapat
digunakan dalam pembentukan pola antara lain:
1.
Kayu
dalam kondisi kering (agar tidak terjadi pelentingan).
2.
Mempunyai
serat-serat yang halus.
3.
Tidak
nudah retak atau pecah akibat pengerjaan.
4.
Mudah
dikerjakan tangan ataupun mesin.
D.1
Peleburan
Secara konstruksi, tanur
ini lebih sederhana dari tanur induksi frekuensi menengah, karena tidak
diperlukan peralatan perubah frekuensi. Frekuensi yang digunakan adalah 50 Hz (frekuensi
jaringan listrik). Frekuensi yang rendah mengakibatkan gejolak pada cairan di
dalam tanur, tetapi tidak mampu melebur bahan baku yang berukuran kecil. Oleh
karena itu pada tanur ini harus selalu ditinggalkan cairan paling sediit ¼ dari
isi tanur saat penuangan bila tanur akan dioperasikan kembali.
E.1
Penuangan
` Proses penuangan ini merupakan proses penting dalam
pengecoran walaupun berlangsung dalam waktu yang pendek saja. Kecerobohan yang
dilakukan dapat membahayakan keselamatan pekerja dan selalu berakibat rusaknya
benda tuangan. Untuk menjamin hasil yang baik pada pekerjaan ini, maka
digunakan ladel penuangan yang memenuhi syarat-syarat teknis maupun keselamatan
kerja. Ladel ini harus digunakan untuk membawa logam cair dari tanur ke cetakan
dan menuangkannya dengan aman.
Ladel penuang terbuat dari pelat
baja yang bagian dalamnya dilapisi dengan tanah liat, pasir cetak ataupun bahan
tahan api lain dan dikeringkan dengan baik. Ladel yang lembab sama sekali tidak
berguna, karena pada saat diisi akan menimbulkan uap air yang bercampur dengan
cairan. Hal ini akan menyebabkan timbulnya gas pada tuangan. Disamping itu
bahaya yang lebih besar timbul karena pecahnya lapisan pelindung menyebabkan
cairan tumpah.
Beberapa hal yang harus
diperhatikan pada saat penuangan :
1. Menahan terak
Terak
akan mengambang dipermukaan cairan dan diusahakan tidak turut tertuang pada
cetakan, oleh karena itu terak ini sesaat sebelum penuangan disingkirkan dengan
bantuan batang penyingkir. Batang penyingkir harus kering dan dipanaskan
terlebih dahulu, jika tidak maka akan terjadi uap air atau bahkan ledakan yang
cukup berbahaya. Cara lain yang dilakukan pada ladel kecil yaitu dengan
menaburkan pengikat terak pada permukaan cairan sampai terak menjadi suatu
lapisan pada permukaan cairan dan tertinggal di dalam ladel pada saat
penuangan. Pengikat terak tersebut adalah sekam maupun bahan industri (slag
remover).
2.
.
Posisi Ladel
Posisi
ladel harus serendah dan sedekat mungkin dengan cawan tuang, hal ini bertujuan
untuk mengurangi oksidasi, menghindari pusaran, dan erosi.
3.
Penuangan
Cara
penuangan terdiri dari 3 macam, yaitu : penuangan radial, tangensial, dan
sentral. Dari ketiganya hanya cara penuangan radial yang dibenarkan, karena
dengan cara ini pusaran maupun aliran yang kacau dapat dikurangi. Dalam hal ini
bentuk cawan tuang sangat mempengaruhi penuangan.
4.
Waktu
penuangan
Waktu
penuangan ini dapat dihitung dengan tepat. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perhitungan ini adalah tinggi penuangan, luas penampang saluran masuk, dan
volume tuangan. Maka tugas penuang cetakan di sini hanyalah menuangkan cairan
ke dalam cetakan pada ketinggian yang sesuai dengan yang dianjurkan.
2.
Aluminium
Aluminium adalah
logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi, dan unsur ketiga terbanyak
setelah oksigen dan silikon. Aluminium terdapat di kerak bumi sebanyak
kira-kira 8,07% hingga 8,23% dari seluruh massa padat dari kerak bumi, dengan
produksi tahunan dunia sekitar 30 juta ton pertahun dalam bentuk bauksit dan
bebatuan lain (corrundum, gibbsite, boehmite, diaspore, dan lain-lain) (USGS).
Sulit menemukan aluminium murni di alam karena aluminium merupakan logam yang
cukup reaktif
Aluminium tahan
terhadap korosi karena fenomena pasivasi. Pasivasi adalah pembentukan lapisan
pelindung akibat reaksi logam terhadap komponen udara sehingga lapisan tersebut
melindungi lapisan dalam logam dari korosi.
Selama 50 tahun
terakhir, aluminium telah menjadi logam yang luas penggunaannya setelah baja.
Perkembangan ini didasarkan pada sifat-sifatnya yang ringan, tahan korosi,
kekuatan dan ductility yang cukup baik (aluminium paduan), mudah diproduksi dan
cukup ekonomis (aluminium daur ulang). Yang paling terkenal adalah penggunaan
aluminium sebagai bahan pembuat pesawat terbang, yang memanfaatkan sifat ringan
dan kuatnya.
Aluminium murni
adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan dapat ditempa dengan
penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu-abu, tergantung
kekasaran permukaannya. Kekuatan tensil aluminium murni
adalah 90 MPa, sedangkan aluminium paduan memiliki kekuatan tensil berkisar
200-600 MPa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah ditekuk,
diperlakukan dengan mesin, dicor, ditarik (drawing), dan diekstrusi.
Resistansi terhadap
korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu terbentuknya lapisan aluminium
oksida ketika aluminium terpapar dengan udara bebas. Lapisan aluminium oksida
ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Aluminium paduan dengan tembaga
kurang tahan terhadap korosi akibat reaksi galvanik dengan paduan tembaga.
Aluminium juga
merupakan konduktor panas dan elektrik yang baik. Jika dibandingkan dengan
massanya, aluminium memiliki keunggulan dibandingkan dengan tembaga, yang saat
ini merupakan logam konduktor panas dan listrik yang cukup baik, namun cukup
berat.
Aluminium murni 100%
tidak memiliki kandungan unsur apapun selain aluminium itu sendiri, namun
aluminium murni yang dijual di pasaran tidak pernah mengandung 100% aluminium,
melainkan selalu ada pengotor yang terkandung di dalamnya. Pengotor yang
mungkin berada di dalam aluminium murni biasanya adalah gelembung gas di dalam
yang masuk akibat proses peleburan dan pendinginan/pengecoran yang tidak
sempurna, material cetakan akibat kualitas cetakan yang tidak baik, atau
pengotor lainnya akibat kualitas bahan baku yang tidak baik (misalnya pada
proses daur ulang aluminium). Umumnya, aluminium murni yang dijual di pasaran
adalah aluminium murni 99%, misalnya aluminium foil.
Pada aluminium
paduan, kandungan unsur yang berada di dalamnya dapat bervariasi tergantung
jenis paduannya. Pada paduan 7075, yang merupakan bahan baku pembuatan pesawat
terbang, memiliki kandungan sebesar 5,5% Zn, 2,5% Mg, 1,5% Cu, dan 0,3% Cr.
Aluminium 2014, yang umum digunakan dalam penempaan, memiliki kandungan 4,5%
Cu, 0,8% Si, 0,8% Mn, dan 1,5% Mg. Aluminium 5086 yang umum digunakan sebagai
bahan pembuat badan kapal pesiar, memiliki kandungan 4,5% Mg, 0,7% Mn, 0,4% Si,
0,25% Cr, 0,25% Zn, dan 0,1% Cu.
Proses Pembuatannya
Aluminium adalah logam yang sangat reaktif yang membentuk ikatan
kimia berenergi tinggi dengan oksigen. Dibandingkan dengan logam lain, proses
ekstraksi aluminium dari batuannya memerlukan energi yang tinggi untuk
mereduksi Al2O3. Proses reduksi ini tidak semudah mereduksi besi dengan
menggunakan batu bara, karena aluminium merupakan reduktor yang lebih kuat dari
karbon.
Proses produksi aluminium dimulai dari pengambilan bahan tambang
yang mengandung aluminium (bauksit, corrundum, gibbsite, boehmite, diaspore,
dan sebagainya). Selanjutnya, bahan tambang dibawa menuju proses Bayer.
Proses Bayer menghasilkan alumina (Al2O3) dengan membasuh bahan
tambang yang mengandung aluminium dengan larutan natrium hidroksida pada
temperatur 175 oC sehingga menghasilkan aluminium hidroksida, Al(OH)3.
Aluminium hidroksida lalu dipanaskan pada suhu sedikit di atas 1000 oC
sehingga terbentuk alumina dan H2O yang menjadi uap air.
Setelah Alumina dihasilkan, alumina dibawa ke proses
Hall-Heroult.
Proses Hall-Heroult dimulai dengan melarutkan alumina dengan
leelehan Na3AlF6, atau yang biasa disebut cryolite. Larutan lalu dielektrolisis
dan akan mengakibatkan aluminium cair menempel pada anoda, sementara oksigen
dari alumina akan teroksidasi bersama anoda yang terbuat dari karbon, membentuk
karbon dioksida. Aluminium cair memiliki massa jenis yang lebih ringan dari
pada larutan alumina, sehingga pemisahan dapat dilakukan dengan mudah.
Elektrolisis aluminium dalam proses Hall-Heroult menghabiskan
energi yang cukup banyak. Rata-rata konsumsi energi listrik dunia dalam
mengelektrolisis alumina adalah 15 kWh per kilogram aluminium yang dihasilkan.
Energi listrik menghabiskan sekitar 20-40% biaya produksi aluminium di seluruh
dunia.
3.
Uji Kekerasan
Dari uraian singkat di atas maka kekerasan suatu material
dapat didefinisikan sebagai ketahanan material tersebut terhadap gaya penekanan
dari material lain yang lebih keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme
penggoresan (stratching), pantulan ataupun indentasi dari material
terhadap suatu permukaan benda uji. Berdasarkan mekanisme penekanan tersebut,
dikenal 3 metode kekerasan:
1.
Metode Gores
Metode ini dikenalkan oleh Fredrich Mohss yang membagi
kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala Mohs. Skala ini bervariasi
dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh
material talk, hingga skala 10 sebagai kekerasan tertinggi, sebagaimana
dimiliki oleh intan
2.
Metode elastic/pantul (rebound)
Kekerasan suatu material ditentukan oleh alat Scleroscope yang
mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu
yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap benda uji. Tinggi pantulan (rebound)
yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut,
yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai
semakin tinggi.
3.
Metode Identasi
Tipe pengetasan kekerasan material/logam ini adalah dengan
mengukur tahanan plastis dari permukaan suatu material konstruksi mesin dengan specimen
standar terhadap penetrator. Adapun beberapa bentuk penetrator atau cara
pengetasan ketahanan permukaan yang dikenal adalah:
a. Ball
identation test (Brinnel)
b. Pyramida
identation (Vickers)
c. Cone
identation test (Rockwell)
d. Uji
kekerasan mikro
Berikut
penjelasannya:
A.
Metode Brinnel
Pengujian
kekerasan dengan metode Brinnell bertujuan untuk menentukan kekerasan
suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor)
yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment).
Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan
Brinnel sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan
menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka
Kekerasan Brinnel (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji
(F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan
bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Identor (Bola
baja) biasanya telahdikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan
Karbida Tungsten. Jika diameter Identor 10 mm maka beban yang digunakan (pada
mesin uji) adalah 3000 N sedang jika diameter Identornya 5 mm maka beban yang
digunakan (pada mesin uji) adalah 750 N. Dalam Praktiknya, pengujian Brinnel
biasa dinyatakan dalam (contoh ) : HB 5 / 750 / 15 hal ini berarti bahwa
kekerasan Brinell hasil pengujian dengan bola baja (Identor) berdiameter 5 mm,
beban Uji adalah sebesar 750 N per 0,102 dan lama pengujian 15 detik. Mengenai
lama pengujian itu tergantung pada material yang akan diuji. Untuk semua jenis
baja lama pengujian adalah 15 detik sedang untuk material bukan besi lama
pengujian adalah 30 detik.
B. Vickers
Pengujian
kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu
material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida
dengan sudut puncak 136 Derajat yang ditekankan pada permukaan material uji
tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi
(koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor
0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam
milimeter persegi. Secara matematis dan setelah disederhanakan, HV sama dengan
1,854 dikalikan beban uji (F) dibagi dengan diagonal intan yang dikuadratkan.
Beban uji (F) yang biasa dipakai adalah 5 N per 0,102; 10 N per 0,102; 30 N per
0,102N dan 50 per 0,102 N. Dalam Praktiknya, pengujian Vickers biasa dinyatakan
dalam (contoh ) : HV 30 hal ini berarti bahwa kekerasan Vickers hasil pengujian
dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama pembebanan 15 detik.
Contoh lain misalnya HV 30 / 30 hal ini berarti bahwa kekerasan Vickers hasil
pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama pembebanan 30
detik.
C. Rockwell
Skala
yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah :
a.
HRa (Untuk material yang sangat keras)
b. HRb (Untuk material
yang lunak). Identor berupa bola baja dengan diameter 1/16 Inchi dan beban uji
100 Kgf.
c. HRc (Untuk material
dengan kekerasan sedang). Identor berupa Kerucut intan dengan sudut puncak 120
derjat dan beban uji sebesar 150 kgf.
Tabel skala kekerasan: SIMBOL
|
INDENTER
|
BEBAN MAJOR (kg)
|
A
|
Intan
|
60
|
B
|
Bola 1/16 inch
|
100
|
C
|
Intan
|
150
|
D
|
Intan
|
100
|
E
|
Bola 1/8 inch
|
100
|
F
|
Bola 1/16 inch
|
60
|
G
|
Bola 1/16 inch
|
150
|
H
|
Bola 1/18 inch
|
60
|
K
|
Bola 1/18 inch
|
150
|
Pengujian
kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu
material dalam bentuk daya tahan material terhadap benda uji (speciment) yang
berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material
uji tersebut.
D. Uji Kekerasan Mikro
Pada
pengujian ini identornya menggunakan intan kasar yang dibentuk menjadi
piramida. Bentuk lekukan intan tersebut adalah perbandingan diagonal panjang
dan pendek skala 7:1. Pengujian ini untuk menguji suatu material adalah dengan
menggunakan beban statis. Bentuk idento yang khusus berupa knop memberikan
kemungkinan membuat kekuatan yang lebih rapat dibandingkan dengan lekukan Vickers.
Hal ini sangat berguna khususnya bila mengukur kekerasan lapisan tipis atau
mengukur kekerasan bahan getas dimana kecenderungan menjadi patah sebanding
dengan volume bahan yang ditegangkan.
Hardenability
adalah
sifat yang menentukan dalamnya daerah logam yang dapat dikeraskan. Pendinginan
yang terlalu cepat dapat dihindarkan karena dapat menyebabkan permukaan logam
(baja) retak.
Kekerasan
didefinisikan sebagai ketahanan sebuah benda terhadap penetrasi/daya tembus
dari bahan lain yang lebih keras (penetrator). Kekerasan merupakan suatu sifat
dari bahan yang sebagian besar dipengaruhi oleh unsur-unsur paduannya dan
kekerasan suatu bahan tersebut dapat berubah bila dikerjakan dengan cold
worked seperti pengerolan, penarikan, penekanan dan lain-lain serta
kekerasan dapat dicapai sesuai kebutuhan dengan perlakuan panas.
Hardening
dilakukan
untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi, kekuatan dan fatigue
limit/strength yang lebih baik. Kekerasan yang dapat dicapai tergantung
pada kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan tergantung pada
temperature pemanasan (temperature autenitising), holding time dan
laju pendinginan yang dilakukan serta seberapa tebal bagian penampang yang
menjadi keras banyak tergantung pada hardenability.
B.
Kajian Penelitian yang Relevan
Berbagai penelitian tentang aluminium dengan
penggunaam bahan tambah telah banyak dibuat
dalam penelitian terdahulu. Adapun penelitian tersebut adalah:
Suhariyanto (2012 : ) dengan judul Perbaikan Sifat
Mekanik Paduan Aluminium (A356.0) dengan
Menambahkan TiC menyatakan bahwa Hasil pengujian menunjukkan bahwa Ti cukup berpengaruh terhadap sifat
mekanik dan
struktur mikro paduan aluminium.
Arfiansyah Galih Saputra, H.C. Kis
Agustin, Soeharto (2011) Analisa Pengaruh Penambahan Abu Serbuk Kayu Meranti
Terhadap Karakteristik Pasir Cetak dan Cacat Porositas Hasil Pengecoran
Aluminium 6061 menyatakan bahwa Nilai kekuatan tekan tertinggi terdapat pada
pasir cetak dengan penambahan 8% abu serbuk kayu. Nilai kekuatan tekan terendah
terdapat pada pasir cetak tanpa penambahan abu serbuk kayu
Dari beberapa penelitian diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa dalam proses pengecoran penentuan sifat mekanik bisa di atur sesuai
kebutuhan yang kita inginkan.
C. Kerangka Pikir
Penelitian
Proses pengecoran dilakukan dengan biasa akan
tetapi ada penamahan carbon dengan presentase tertentu. Hasil dari pengecoran
ini bisa ketahui kemudian bisa juga di kembangkan oleh para peneliti untuk
bahan mentah yang digunakan di produk keteknikan seperti piston palu dll. peneliti berpendapat perlu adanya analisis yang membahas tentang presentase
carbon yang efektif dalam proses pengecoran
aluminium sebagai tindak lanjut agar hasil dari
proses pengecoran
aluminium menjadi bahan aluminium yang diperoleh maksimal.
Penambahan carbon semakin banyak
akan membuat semakin keras akan tetapi akan menjadi getas maka dari itu perlu
adanya analisis presentase jumlah carbon.
Perbedaan
uji kekerasan yang di dapatkan pada tiap hasil pengecoran di karenakan adanya
perbedaan penambahan carbon. Sehingga mempengaruhi kekuatan kekerasan pada
hasil pengecoran. Melalui penelitian pengaruh variasi penambahan
carbon terhadap hasil kualitas
pengecoran terutama sifat mekanik lebih spesifiknya adalah uji kekerasan. Hasil analisis uji kekerasan hasil pengecoran juga dapat digunakan sebagai pengembangan dalam membuat bahan aluminium yang
di butuhkan di dunia keteknikan.
D.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan
kerangka pikir
penelitian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini
yaitu :
1. Ada pengaruh antara carbon terhadap kualitas
hasil pengecoran aluminium.
2.
Ada perbedaan karakteristik sifat mekanik pada coran yaitu kekerasan benda.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Waktu dan Tempat Penelitian
1.
Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada akhir Juni- awal Juli 2016.
2.
Tempat Pelaksanaan
Adapun tempat pelaksanaan penelitian dibagi menjadi 2
tempat yaitu:
a.
Pengumpulan
data pengaruh Carbon Terhadap Kualitas Hasil Coran Aluminium di
lakukan di workshop pengecoran jurusan Teknik Mesin FT UNNES.
B.
Desain Penelitian
Pada penelitian
ini desain yang digunakan adalah desain penelitian eksperimen One Shot Case Study karena dalam
penelitian ini carbon
yang di berikan pada aluminium akan di observasi banyaknya untuk dijadikan
seagai referensi dalam perhitungan jumlah kekuatan uji kekerasan.
Tabel 3.1
Desain Penelitian
Kelompok (group)
|
Perlakuan (treatment)
|
Observasi (hasil)
|
E
|
X
|
Y
|
Keterangan:
E = Kelompok
eksperimen (Aluminium)
X = Pemberian carbon yang bereda
Y = Jumlah minyak
yang dihasilkan reaktor pirolisis
C. Alat
dan Bahan Penelitian
1.
Alat Penelitian
Alat yang
digunakan dalam penelitian adalah kompor pengecoran, cetakan tetap, dapur masak, thermometer, timbangan
digital, dan gelas ukur.
1.
Bahan Penelitian
Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
a.
Aluminium scrap.
b.
Minyak
tanah.
D.
Parameter Penelitian
Adapun parameter dalam penelitian ini adalah:
1.
Variabel Independen
Adapun variabel independen dalam penelitian ini adalah variasi
carbon pada bahan aluminium yaitu 1%, 2%, 3% dari 50 gram.
2.
Variabel Dependen
Adapun variabel dependen dalam
penelitian ini adalah:
a.
Kualitas Hasil Coran Aluminium.
b.
Karakteristik
sifat mekanik pada hasil coran terutama uji kekerasan.
3.
Variabel Kontrol
Adapun variabel kontrol dalam penelitian ini adalah:
a.
Berat dari hasil pengecoran sample 50
gram.
b.
Suhu
saat
memasukan carbon sebesar 660oC
E.
Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan
dalam penelitian ini yaitu melalui metode observasi efisiensi penggunaan carbon pada pengecoran
aluminium dengan hasil kualitas sifat mekanik. Terutama pada uji kekerasan
benda
1.
Diagram Alir
Pelaksanaan Penelitian
Kesimpulan dan saran
|
Analisa data eksperimen
|
selesai
|
Uji kekerasan
|
Uji karakteristik minyak
|
Hasil pengecoran
|
Pembuatan alat dan persiapan bahan
|
Proses pengecoran
|
mulai
|
Jumlah carbon 1%, 2%, 3%
|
Gambar 3.3.
Diagram Alir penelitian
|
2.
Proses Penelitian
Proses pengecoran dilakukan di workshop
pengecoran jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang. Proses pengecoran
dilakukan seperti biasa akan tetapi ketika aluminium telah mencapai titik
leburnya dengan suhu 660 oC maka mulai di lakukan penambahan carbon
1% kemudian penuangan ke cetakan. Selanjutnya penambahan 2% dengan hanya
menambahkan 1 % saja karena terhitung dari awal sudah ada 1 % tadi kemudian
dilakukan penuangan dan terakhir di tambahkan 1% untuk terakhir kalinya
sehingga menjadi 3% dan dilakukan penuangan pada cetakan. Kemudian untuk hasil uji kekerasan
dilakukan di lab material UGM.
Proses
penelitian ini sebelumnya peneliti melakukan persiapan
pengecoran terlebih dahulu seperti persiapan alat dan bahan. Berupa aluminium
scrap dan juga membuat cetakan tetap serta mempersiapkan peralatan ketika
melakukan pengecoran. Kemudian saat proses pengambilan data diipersiapkan hasil
pengecoran benda tanpa carbon dan sampel dengan carbon dengan presentase 1%,
2%, 3%..
Proses
penelitian yang akan dilakukan oleh penulis melalui beberapa tahapan
diantaranya adalah:
a.
Mempersiapkan segala sesuatu sebelum
pengecoran seperti membuat cetakan. Mempersiapkan bahan berupa aluminium scrap
dan bahan tambah yaitu carbon.
b.
Saat pengecoran di mulai dari persiapan
di kompor dan pemanasan tungku
c.
Jika tungku sudah siap mulai memasukan
aluminium scrap tunggu sampai melebur dan suhu mencapai 660oC.
d.
Setelah sampai pada titik lebur masukan
carbon sebanyak 1 % kemudian tuang dan
masukan lagi sebanyak % kemudian tuang terakhir 1% dan tuang kembali.
e.
Setelah
penuangan
selajutnya menunggu alumunium mengeras.
f.
Setelah hasil pengecoran sudah siap maka
kemudian pengambilan data uji kekerasan di Laboratorium Materials UGM Mengulangi langkah (2) – (6)
3.
Data Penelitian
Data yang dihasilkan dalam penelitian
tentang pengaruh
carbon terhadap kualitas
hasil pengecoran lebih tepatnya pada sifat mekanik terutama uji kekerasan dari
hasil pengecoran.presentase yang dilakukan dimasukkan
ke dalam tabel untuk kemudian dianalisis apakah ada hubungan diantara kedua
variabel tersebut atau tidak. Adapun tabel lembar pengambilan data tersebut
bisa dilihat di bawah ini:
Tabel 3.2.
Lembar pengambilan data penelitian Variasi
penambahan carbon
No
|
variasi jumlah
carbon
|
Besarnya
uji kekerasan
|
Kualitas hasil
pengecoran
|
|
1
|
0%
|
|
|
|
2
|
1%
|
|
|
|
3
|
2%
|
|
|
|
4
|
3%
|
|
|
|
Pengambilan data karakteristik sifat
mekanik yaitu uji kekerasan
dilakukan di Laboratorium Metalurgi, Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
F.
Teknik Analisis Data
Penelitian menggunakan analisis data desktiptif
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data dari hasil penelitian.
Data-data yang dihasilkan berupa kualitas hasil pengecoran terutama sifat
mekanik dari hasil cor lebih spesifik ke uji kekerasan.
Analisis data secara statistik korelasi product moment dan regresi linier sederhana
dilakukan dalam menganalisa pengaruh waktu pemanasan (X) terhadap hasil minyak
yang sihasilkan (Y) dengan bantuan grafik di Microsoft Excel 2007.
Pengujian karakteristik sifat mekanik
yaitu uji kekerasan dilakukan di Laboratorium
Metalurgi, Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Hasil analisis dari penelitian
disajikan dengan menggunakan tabel dan grafik untuk melihat hasil dari pengaruh variasi penambahan carbon terhadap kualitas hasil pengecoran aluminium
terutama sifat mekanik dari hasil cor lebih spesifik ke uji kekerasan.
mas iku hasil produkan e apa?
ReplyDeleteHow to play poker in Las Vegas? | DrmCD
ReplyDeleteWhile 양산 출장안마 playing games in Las Vegas is easy, 제주도 출장안마 it also requires a 부산광역 출장마사지 lot of skill, so you want to 영주 출장마사지 be the highest 포항 출장안마 paying and the best poker